Mediatani – Hasil produksi pertanian di Indonesia dinilai cukup baik dan juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Sehingga kegiatan impor bahan pangan dianggap tak perlu dilakukan.
Merespon hal tersebut, Sahabuddin Letsoin selaku Kepala Bidang Kajian Strategis dan Advokasi Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (DPP Popmasepi), menyampaikan bahwa sekarang ini sektor pertanian di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Dilansir dari Republika.co.id, Hal itu ditandai karena pertaniannya yang semakin maju, semakin mandiri dan semakin modern. Sehingga, bangsa Indonesia dinilai mampu secara mandiri untuk mewujudkan kedaulatan pangannya. Ke depannya, jika berbicara tentang pangan tidak perlu lagi melakukan impor.
“Upaya pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri akan terus dilakukan, terkhusus pada komoditas beras yang merupakan pangan pokok masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai data yang cukup meyakinkan tentang stok beras dalam negeri yang masih bisa tercukupi,” ungkap Sahabudin, pada Hari Selasa (16/3), melalui siaran pers.
Tidak hanya itu, lanjut Sahabudin, pemerintah juga akan terus berupaya untuk menciptakan konsep modern dan inovasi pada produksi pertanian seperti yang tertuang pada program Food Estate yang kini sudah memasuki masa panen raya di Provinsi Kalimantan Tengah. Seperti yang kita ketahui, bahwa Food Estate ini menjadi salah satu program andalan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi beras di dalam negeri.
“Ini artinya bahwa tujuan dari pemerintah itu adalah untuk menjaga pasokan beras di masa krisis melalui program ini sudah mulai terlihat. Kita harus bersyukur terlebih lagi karena pemerintah juga telah membangun Food Estate di beberapa wilayah di Indonesia,” kata Sahabuddin.
Berdasarkan data yang terhimpun, adanya impor beras sebanyak satu juta ton sangatlah tidak masuk akal. Hal tersebut juga bukan merupakan sebuah solusi agar terpenuhinya kebutuhan pangan dalam negeri. Impor dinilai hanya sebuah kebijakan yang ke depannya bisa menyakiti hati para petani.
“Artinya, di tahun ini, impor beras tidak mesti dilakukan, sebab sangat bertentangan dengan data beras yang sangat meyakinkan dari pemerintah sendiri. Di sisi lain, para petani juga tengah menyambut masa panen raya,” ujar Sahabuddin.
Lebih lanjut, jika impor beras masih tetap dilakukan, maka akan memberikan pengaruh terhadap equilibrium permintaan dan penawaran beras, dalam hal ini petani akan dirugikan sebab harga beras pasti mengalami penurunan.
Terlebih lagi, Sahabudin menyampaikan bahwa produksi beras dalam negeri di tahun 2019 mencapai 31,31 juta, kemudian meningkat lagi menjadi 31,33 juta ton di tahun 2020. Bahkan, BPS memperkirakan produksi padi pada periode Januari-April 2021 mencapai 25,37 juta ton GKG, atau mengalami peningkatan sebesar 5,37 juta ton (26,88 persen) dibandingkan tingkat produksi padi tahun 2020 di periode yang sama, yakni 19,99 juta ton GKG.
“Angka proyeksi ini dinilai sangat nyata, sehingga produksi beras sebesar 31,33 juta ton pada tahun 2020, secara optimistis tentu akan mengalami kenaikan juga di tahun 2021,” tutupnya.
Sekadar informasi tambahan, dari dulu Indonesia ini telah dikenal sebagai negara penghasil beras yang terkemuka, bersama Vietnam dan Thailand, Indonesia disebut sebagai “Lumbung Padi” sebab selalu berhasil mencatatkan total produksi yang cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO) 2018 yang dirilis awal tahun 2019, Indonesia berhasil memproduksi beras yaitu sebesar 83 juta ton, angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak 1.888.406 dari periode sebelumnya.
Meskipun mengalami kenaikan pada total produksinya, namun pemerintah tetap melakukan impor dengan alasan untuk mengantisipasi ketersediaan stok beras.