Mediatani – Saat ini, masyarakat yang membudidayakan udang vaname di Provinsi Bangka Belitung (Babel) semakin bertambah. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH), total tambak udang yang terdata di Babel ada sebanyak 70 tambak.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Provinsi Bangka Belitung, Eko Kurniawan, mengatakan, meski saat ini tambak udang menjadi tren di Babel, namun belum ada kontribusi yang didapat Pemerintah Provinsi.
“Kalau sejauh ini terkait perizinan tambak udang ini secara kontribusi tidak ada, tapi mungkin wilayah darat yang ada di kabupaten mungkin dari pajak PBB di kabupaten/kota, kalau provinsi tidak ada,”jelas Eko dilansir dari Bangkapos, Senin (15/2/2021).
Menurutnya, pendapatan yang dihasilkan kemungkinan hanya berasal dari retribusi uji sampel air dan udara dilakukan oleh pihak pengusaha tambak udang.
“Misal kami melakukan uji sampel limbah ke laboratorium, kita uji, mereka bayar retribusi hanya itu pendapatanya,”terangnya.
Tetapi, lanjutnya, hal itu sebenarnya juga bukan termasuk pendapatan dari tambak udang, karena semua usaha yang melakukan pengujian, dari air dan udara dilakukan di laboratorium harus membayar biaya retribusi.
Eko mengungkapkan bahwa saat ini juga masih banyak izin tambak udang yang terhambat, khususnya pada pelaksanaan izin darat di kabupaten/kota. Hal itu disebabkan karena izin ruang darat oleh kabupaten kota, prosesnya cukup panjang.
Setelah perizinan darat selesai, selanjutnya akan mengurus perizinan lokasi perairan ke Dinas Kelautan dan Perikanan jika usaha tersebut memanfaatkan air laut atau ruang laut. Setelah semua lengkap, baru mengurus izin lingkungan dari DLH.
Eko menjelaskan sebenarnya, aturan yang berlaku pada setiap proses perizinan, setiap usaha tambak udang harus melengkapi izin sebelum memulai usahanya. Namun, masih banyak ditemukan tambak yang belum selesai perizinan di kabupaten, namun langsung ingin membuat tambak.
“Namanya perusahaan ingin langsung buat tambak, kalau melihat aturan memang tidak boleh,” ujarnya.
Eko mengngkapkan setiap usaha tambak yang memiliki izin lingkungan akan masuk dalam pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Babel. Dalam pengawasan yang dilakukan selama ini, banyak ditemui pelanggaran seperti belum lengkapnya perizinan.
“Hampir adalah pelanggaran, tetapi kalau pelanggaran bila ia punya izin lingkungan enak mengurusnya, tetapi dia belum punya izin apapun. Apalagi izin darat tidak ada, karena izin itu pertama yang dikeluarkan pemerintah daerah atau yang punya wilayah di kabupaten/kota. Jangan semua langsung ke provinsi kita tidak sanggup,”kata Eko.
Eko memastikan bahwa pihaknya sering bersurat ke asosiasi tambak udang, terkait usaha tambak yang belum mengurus secara lengkap izin tambak udang. Para pengusaha tambak akan diminta melengkapinya sebelum melakukan usaha.
Menurutnya, jika hal itu dapat terkelola dengan sistem yang baik, maka akan memberi manfaat secara ekonomi karena akan berdampak pada peningkatan produksi dan proses ekspor nantinya.
Bangka Belitung tetap ekspor udang di tengah pandemi
Pengelola tambak udang vaname di daerah Pejem, Bangka, Awen mengatakan, permintaan pasar relatif mengalami pertumbuhan sehingga pihaknya berencana untuk melakukan perluasan kolam. Area tambak yang dulunya sebanyak 40 kolam akan ditingkatkan menjadi 68 kolam.
Awen mengatakan, udang vaname tersebut diekspor ke Amerika. Menurutnya, pihak Amerika mengharuskan bahan makanan mereka berasal dari hasil budidaya. Hal itu bertujuan untuk menjaga kelangsungan lingkungan.
Menurut Awen, dia dapat menghasilkan 6 sampai 7 ton udang dengan luasan kolam 2.000 meter persegi. Untuk yang diekspor, udang yang digunakan merupakan kualitas terbaik yang telah melewati proses sortir. Petambak biasanya menjual hasil produksi mereka pada perusahaan eksportir dengan harga berkisar Rp 80.000 hingga Rp 81.000 per kilogram.
“Kami juga sedang mempersiapkan cold storage dengan es batu untuk menampung hasil panen,” ujar dia.