Tunda Moratorium Pembukaan Lahan Baru Perkebunan Sawit, Pemprov Bangka Belitung: Data Belum Rampung

  • Bagikan
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bangka Belitung, Juaidi Rusli

Mediatani – Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bangka Belitung, Juaidi Rusli, memilih untuk menunda rencana moratorium atau penghentian sementara izin pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit.

Dilansir dari Tribunnews, alasan dari penundaan ini  yaitu masih banyaknya data luas lahan perkebunan sawit di Bangka Belitung yang belum terhimpun secara jelas dan lengkap. Untuk itu, penghimpunan data harus dilakukan terlebih dahulu.

“Kita himpun data dahulu seluruh luasan sawit baik ada diizin usaha perkebunan (IUP) SPDB luasnya yang di bawah 25 hektare milik masyarakat dengan surat tanda daftar budidaya, ada juga di luar itu, belum lagi di dalam kawasan hutan,” jelas Juaidi, Kamis (3/6/2021).

Berdasarkan data sementara, Juaidi menjelaskan bahwa saat ini jumlah lahan perkebunan sawit produktif di Bangka Belitung seluas 170.000 hektare dan secara keseluruhan hampir mencapai 230.000 hektare.

Jumlah ini belum mencakup luas kebun masyarakat yang mencapai 75.000 hektare dan juga belum termasuk lahan yang berada dalam kawasan hutan.

“Kita masih data baru, nanti baru kita konversikan dengan daya dukung dengan kepulauan Babel ini. Apakah komposisi sawit sekarang ini melalui daya dukung atau kurang. Ini perlu kajian secara ilmiah, jangan hanya didominasi sawit. Tetapi juga diberikan ruang untuk tanaman lain. Sudah ada diarahkan berdasarkan RT/RW, ada sub sektor lainya,” tegas Juaidi.

Ia juga mengakui bahwa saat ini komoditi perkebunan sawit memberikan dampak yang cukup besar terhadap sektor pertanian. Selain itu harga buah sawit yang tinggi saat ini menjadi daya tarik petani dan masyarakat.

“Sekarang harganya naik di tingkat dunia karena permintaan yang tinggi. Tetapi nanti juga bakal ada turunan dari Crude Palm Oil (CPO) sudah mulai berkembang, CPO itu sudah dibuat untuk bahan bakar, bisa tambah mahal lagi,” tuturnya.

Namun, walaupun omzet dari perkebunan sawit cukup menjanjikan, Juaidi tetap meyakini bahwa perkebunan sawit tidak boleh berlebihan. Luas perkebunan sawit harus tetap dalam jumlah yang wajar agar keseimbangan alam dan komoditi lain masih bisa tetap terjaga.

“Jangan daerah ini sawit semua, harus dimbangi komoditi lain sebagai penyangga. Ketika harga sawit turun dengan ada komoditi lain membuat harga lebih stabil.” Ungkapnya.

Juaidi juga menyatakan, karena hampir semua wilayah di Indonesia ini didominasi sawit, termasuk daerah kepuluan Bangka Belitung, maka perlu melihat daya dukung dan tampung lingkungan sebagai provinsi kepulauan. Bukan berarti sawit tidak boleh, namun ada batasan tertentu.

Bersebrangan dengan pendapat Juaidi, Anggota Komisi II DPRD Bangka Belitung, Ariyanto menyatakan tidak setuju dengan adanya pembatasan perkebunan sawit di Bangka Belitung yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Menurutnya, saat ini hasil dari perkebunan sawit telah banyak membantu perekonomian masyarakat dan banyak peminatnya.

“Saya rasa untuk perkebunan sawit sepanjang menunjang perekonomian masyarakat saya rasa kita tetap mendukung tidak perlu dibatasi, tidak perlu diarahkan. Karena mana yang menguntungkan masyarakat kita, itu yang kita dorong, jangan kita paksakan walaupun Babel terkenal dengan ladanya,” tutur Ariyanto.

Perhatian masyarakat saat ini harusnya bukan pada pembatasan perkebunan sawit. Namun pada pengelolaan hasil sawit yang tidak semuanya harus dikirim ke luar Bangka Belitung.

“Produksi sawit sudah banyak sehingga perlu pabrik dan itu harus mencari investor, kita mengharapkan hasil buah sawit di Babel ini dilakukan secara optimal. Jangan kita hanya mengeluarkan minyak sawit ke luar Babel sudah cukup. Tetapi, kita mengharapkan minyak sawit dapat diolah di dalam Babel dikelola menjadi prodak tertentu sebelum keluar. Harusnya itu dipikirkan pemda bukan moratorium,” tegasnya.

  • Bagikan