Mediatani – Di ketinggian delapan ratus hingga sembilan ratus meter di atas permukaan laut (mdpl) antara rumpun bambu tua di Jawa Barat dan Yogyakarta, terkadang muncul bunga cokelat sedikit gelap juga mengkilap. Bentuknya menyerupai lonceng, yang panjangnya sekitar 1,7-2 cm dengan memiliki lebar 1,4-1,6 cm. Yah, bunga ini tidak terlalu lebar.
Memiliki ciri khas yaitu menyebarkan bau menyerupai seperti ikan busuk. Inilah dia, bunga Gastrodia bambu atau anggrek hantu. Nama yang cukup menyeramkan ini diberikan bukan tanpa alasan. Pasalnya, bunga ini berasal dari kelompok holomikotropik yaitu jenis tumbuhan yang menyukai lingkungan yang gelap dan munculnya tidak terduga.
Tidak hanya itu, bunga ini juga tidak mempunyai daun sehingga tidak mampu untuk melakukan fotosintesis. Bunga ini hanya hadir pada satu periode pendek yaitu dua sampai empat minggu dalam satu tahun. Lalu setelah kemunculannya di permukaan tanah, dalam jangka waktu satu hingga dua minggu masa perbungaan kemudian bunganya akan layu, membusuk kemudian lenyap.
Dalam Jurnal Phytotaxa yang berjudul “Gastrodia bambu [Orchidaceae: Epidendroideae], A New Species from Java, Indonesia [Agustus 2017]” karya dari Destario Metusala dan Jatna Supriatna, diketahui sebaran Gastrodia bambu terbatas di Jawa. Dia pun ditetapkan sebagai bunga anggrek endemik dari Pulau Jawa.
Pertama kali populasi anggrek hantu ini ditemukan yaitu pada akhir tahun 2016 di Provinsi Yogyakarta, lebih tepatnya di Gunung Merapi di ketinggian delapan ratus mdpl. Lalu selanjutnya, di tanggal 28 Januari 2017, anggrek hantu ini kembali ditemukan di daerah Gunung Gede Pangrango, Bodogol, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, di ketinggian yang sama yaitu delapan ratus mdpl.
“Diketahui, semua populasi ini ditemukan sangat dekat dengan rumpun bambu tua. Tumbuhnya di tanah yang cenderung basah, mengandung serasah daun bambu yang sebagian membusuk, terutama di wilayah berkanopi lebat,” tulis Destario Metusala dan Jatna Supriatna.
Terkait hal ini, Menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] dan juga dari Universitas Indonesia (UI) itu, bahwa bunga anggrek hantu ini diyakini akan bermunculan di Gunung Merapi pada rentang waktu pertengahan bulan Februari hingga pertengahan bulan Maret. Sementara di Gunung Gede Pangrango diyakini akan muncul pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari.
Sekadar informasi tambahan bahwa tumbuhan dengan nama ilmiah yang diakhiri dengan “bambu” akan mengacu pada nama Indonesia yang diperuntukan bagi tumbuhan bambu, yaitu tanaman yang cenderung terkait dengan spesies baru ini.
Tetapi belum lama ini, Gastrodia bamboo tidak lagi dianggap tumbuhan endemik yang berasal dari Pulau Jawa, karena kehadirannya telah diketahui juga muncul di Vietnam.
Hal ini bermula di tahun 2018, diketahui seorang peneliti berkebangsaan Rusia yang bernama Leonid Averyanof telah mempublikasikan bahwa ada sebuah spesies baru yaitu anggrek hantu Gastrodia khangii berbunga kecokelatan di hutan Provinsi Son-La, Vietnam. Bunga ini diduga, sebagai spesies endemik yang langka.
Lalu kemudian, Destario Metusala melakukan penelitiannya terkait rekaman baru tentang keberadaan anggrek hantu Gastrodia bambu di Vietnam itu. Dari hasil observasi yang mendalam yang dilakukan oleh Destario dalam penelitiannya dengan membandingkan kedua spesies Gastrodia tersebut akhirnya menunjukkan bahwa kedua spesies ini memang berasal dari satu taksa yang sama.
Sehingga, kesimpulan penelitian ini pun akhirnya juga disetujui oleh Professor Leonid Averyanof. Lalu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Destario Metusala pun dipublikasikan di Jurnal Phytotaxa pada tahun 2020.