Mediatani – Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Mataram, Nusa Tenggara Barat berhasil melakukan ekspor biji mutiara air laut hasil budidaya sebanyak 7 kilogram atau 6.304 butir ke Tiongkok.
Sebelumnya, produk perikanan yang diekpor ini telah ditinjau langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Mataram, pada Rabu 24 Maret 2021.
Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama ini terus mendorong pembudidaya maupun pelaku usaha perikanan lainnya untuk menjaga kualitas produk demi menjaga kepercayaan pasar dunia.
“Ini bagus sekali sudah bisa masuk pasar ekspor. Kita harus tingkatkan,” ujar Menteri Trenggono, dilansir dari laman resmi KKP.
Lebih lanjut Menteri Trenggono mengungkapkan bahwa pihaknya sebagai regulator di bidang kelautan dan perikanan juga terus mendukung penuh para stakeholder dalam menjalankan usahanya.
Selain biji mutiara laut, produk perikanan lainnya yang juga diekspor melalui BKIPM Mataram, yakni lobster, ikan kerapu dan kakap, serta indukan vaname. Produk tersebut dikirim ke Malaysia dan Vietnam.
Untuk produk perikanan yang ditujukan ke Malaysia, masing-masing berupa lobster origin paradise sebanyak 120 ekor serta kakap dan kerapu seberat 240 kilogram. Sedangkan yang ditujukan ke Vietnam berupa indukan vaname sebanyak 440 ekor.
Nilai ekspor produk perikanan yang diketahui lebih dari Rp200 juta ini dikirim ke berbagai negara tujuan tersebut dengan menggunakan pesawat udara pada Kamis (25/3/2021).
Salah satu pembudidaya tiram mutiara di Lombok, Lisa mengungkapkan bahwa saat ini permintaan atas mutiara air laut di pasar ekspor cukup tinggi. Bahkan menurutnya, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang menguasai pasar untuk komoditas tersebut.
“Alhamdulillah hasilnya menjanjikan. Karena untuk budidaya mutiara air laut, Tiongkok, Hong Kong, India, belum bisa. Hanya Indonesia dan Australia. Kita kuasai pasar,” ungkap Lisa.
Lisa mengaku, budidaya tiram mutiara ini telah ditekuninya bersama keluarga di Lombok selama lebih dari 10 tahun. Saat ini tiram yang dibudidayakan ada sebanyak 10.000 dengan metoda long line. Mutiara hasil produksinya ini biasanya akan digunakan sebagai perhiasan dan juga bahan baku kosmetik.
Menurutnya, budidaya tiram mutiara yang dilakukannya ini merupakan investasi jangka panjang, sebab harus menunggu 2 tahun kemudian untuk bisa dipanen.
Namun, ada banyak tenaga kerja yang dapat diserap untuk menjalankan usaha budidaya ini. Saat ini, terdapat sekitar 50 pekerja yang terlibat didalamnya.
“Meski prosesnya lama tapi hasilnya lumayan bisa meningkatkan ekonomi keluarga,” pungkasnya.
Saat melakukan kunjungan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok di Sekotong, Lombok Barat, Menteri Trenggono juga menyempatkan untuk meninjau budidaya tiram mutiara yang dikembangkan oleh UPT KKP tersebut. Selain tiram, ada juga lobster dan bawal bintang yang dibudidayakan di lokasi tersebut.
Perairan di sekitar Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat selama ini memang telah dikenal sebagai kawasan utama habitat asli kerang mutiara Indonesia jenis Pinctada maxima.
Kerang ini dikenal dengan keindahannya dan menjadi kerang unggulan di pasar internasional. Oleh itu, di pasar internasional keran ini disebut sebagai The Queen of Pearl atau ratunya mutiara.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai perdagangan mutiara asal Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari 2012 hingga 2016. Dalam periode tersebut, nilai transaksi perdagangan kerang mutiara terus terlihat positif dan mencapai kenaikan sebesar 2,6 persen.
Menurut BPS, pada 2016 nilai ekspor mutiara Indonesia sudah mencapai angka USD15,16 juta atau setara Rp200 miliar. Nilai tersebut sudah cukup menempatkan Indonesia di kelompok negara produsen utama mutiara jenis south sea pearl.