Mediatani – Bahwa sekitar 60 persen kebutuhan pakan ternak di Kendari masih disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kendari, Sitti Ganef.
Dia menuturkan bahwa sekitar 60 persen dari total kebutuhan pakan ternak di Kendari masih disuplai dari luar kota atau dari Provinsi Sulsel.
“Sampai sekarang ini masih ada sekitar 60 persen kebutuhan pakan ternak di Kendari disuplai dari luar daerah. Sementara itu produksi pakan ternak dari pabrik pakan yang kita miliki di sini baru mampu memenuhi sekitar 40 persen saja,” kata Sitti Ganef, di Kendari, Senin, (25/1/2021) dilansir dari situs Nusadaily.com dengan tanggal yang sama.
Dia mengatakan bahwa dengan kondisi seperti itu membuat harga pakan ternak di Kendari masih tergolong tinggi. Karena risiko lainnya yang diterima oleh para peternak dengan mengambil pakan ternak dari luar ialah biaya pengiriman yang cukup tinggi.
“Ongkos kirim itu menjadi suatu masalah tersendiri yang harus dihadapi para peternak. Sehingga hal ini menjadikan salah satu kendala bagi peternak dalam mengembangkan usahanya,” kata Sitti.
Disebutkannya, pada tahun 2020 lalu, produksi jagung di Kendari mencapai 649 ton kering giling dari lahan produksi seluas 213 hektare yang itu tersebar di beberapa kelurahan dengan produktivitas 30,4 kwintal per hektare.
“Produksi jagung itu sebagian besar ialah untuk memenuhi bahan baku dari pabrik pakan ternak yang ada di Kelurahan Watulondo,” ungkapnya.
Sementara itu, akibat harga pakan yang tinggi, seorang peternak tengah viral karena aksinya membuang-buang telur ke sawah. Dialah Suparni alias Pitut seorang pengusaha sekaligus peternak asal Desa Kecamatan Ngariboyo Magetan, dikutip, Senin (25/1/2021) dari situs berita Nusadaily.com.
Pitut biasa dia disapa, mengaku kesal dan akhirnya memilih membuang-buang telurnya itu kesawah.
Alasannya kesal dan emsoi dikarenakan harga pakan ternak pabrikan yang terus naik, sementara harga telur terus turun atau anjlok.
Dia juga mengakui bahwa telur yang dibuang itu hanya sisanya saja. Sedangkan sebagian besar lainnya dia sumbangkan kepada warung gotong-royong untuk meringankan warga yang terdampak pandemi.
Dia juga menambahkan, bahwa aksinya itu merupakan bentuk protes dari peternak atas kenaikn harga pakan.
”Iya, kemarin saya emosi ketika membuang telur. Itu saya lakukan sebagai bentuk protes kami para peternak terhadap kenaikan pakan pabrikan. Semntara harga telur terus turun diangka Rp17.000 per kilogram,” terangnya kepada nusadaily.com, Senin (25/1/2021).
Dia menilai, kenaikan harga pakan ayam saat ini sangat memberatkan dan merugikan bagi dirinya dan peternak lain.
“Coba bayangkan kenaikanya dalam dua bulan ini mencapai Rp. 1.000 per kilogramnya,” jelas Pitut.
“Bulan pertama itu naik Rp300 per kilogram, kemudian naik lagi Rp200, bulan kedua naik lagi Rp300, kemudian selang sepekan naik lagi Rp200 per kilogram,” rincinya memaparkan.
Jadi total seluruh kenaikan Rp1.000 per kilogram.
Di sisi lain, satu karung pakan ternak dengan berat 50 kilogram kenaikannya mencapai Rp50.000.
Lanjut dia, untuk membeli satu karung pakan ternak pabrikan, dirinya harus mengeluarkan uang sebesar Rp461.000.
Dia yang memiliki banyak karyawan itu tidak ingin di masa sulit seperti ini merumahkan mereka akibat kerugian yang dialami. Yang nyatanya merupakan dampak dari pakan pabrikan naik, dan harga telur turun.
“Namun yang jelas, pada video saya kemarin hanya sebagai bentuk protes para peternak. Saya hanya membuang telur sekitar 21 ikat. Sebagian besar sudah saya sumbangkan kepada warga dan warung gotong-royong,” lanjutnya menekankan.
Meski begitu, dirinya mewakili peternak, Pitut pula menghaturkan permintaan maaf karena telah membuat kegaduhan di media sosial. Tidak lain pihaknya hanya berharap harga telur kembali naik di pasaran.
“Paling tidak di atas Rp18 000 perkilogram. Dengan harga di atas itu peternak masih dapat untung, tidak terus merugi dan teraancam gulung tikar,” pungkasnya. (*)