Mediatani – Petani di Dusun Nawungan I dan Nawungan II, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri Bantul DIY, saat ini tengah memasuki panen raya bawang merah. Total lahan yang dipanen mencapai 95 hektare dengan hasil rata-rata 12 ton/hektare (ha) atau total 1.140 ton.
Panen raya ini dihadiri Bupati Bantul Suharsono, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, serta perwakilan Subdit Bawang Merah dan Sayuran Umbi Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Jumat (3/7/2020).
Orang nomor satu di Bumi Projotamansari itu, terjun langsung ke area pertanian, sebagai bentuk dukungan kepada kaum petani. Menurut dia, kualitas bawang merah di Nawungan sangat bagus. Umbinya besar-besar dan berwarna merah mengkilat. Bahkan, Ia mengaku langsung tertarik sehingga membelinya untuk bumbu konsumsi di rumah.
Ketua Kelompok Tani Lestari Mulyo Nawungan Imogiri Bantul, Juwari, mengatakan anggotanya kini sudah mantap menerapkan budidaya bawang merah ramah lingkungan. Diakui kualitas panen bawang merah jauh lebih bagus dibanding menggunakan cara-cara konvensional.
Hal itu, karena pertanian Nawungan saat ini sudah tidak lagi menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Meskipun tidak semuanya, karena masih ada juga yang menggunakan bahan kimia, namun jumlahnya sangat sedikit dan terus menurun.
Dari lahan pertanian seluas 350 hektare di Nawungan, 95 hektare di antaranya ditanami bawang merah dengan menerapkan prinsip-prinsip budidaya organik.
“Hampir 90% budidaya bawang merah di daerah kami hanya menggunakan pupuk organik seperti kotoran sapi, kambing, dan tetes tebu, hingga rendaman serabut kelapa,” kata Juwari.
Dia menyebutkan umbi bawang yang dihasilkan ukurannya lebih besar, warna merah mengkilat, lebih keras, dan hasilnya lebih banyak. Jika biasanya per hektare menghasilkan 8-10 ton bawang dengan pupuk kimia, maka dengan pupuk organik bisa menghasilkan sekitar 12-13 ton per ha.
Harga jual panenan bawang merah kali ini diakui Juwari cukup menguntungkan karena di pasaran dihargai Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram. Harga tersebut jauh di atas harga break event poin (BEP) atau harga balik modal petani yang menurutnya hanya Rp9.700 per kilogram. “Harganya terbilang bagus, mudah-mudahan bisa stabil begini,” ucapnya senang.
Juwari menambahkan bahwa kendala utama yang dihadapi petani setempat adalah keterbatasan ketersediaan pupuk kandang yang tidak sebanding dengan luasan lahan bawang merah.
Ia mengatakan kebutuhan pupuk kandang tiap 1.000 meter persegi mencapai dua hingga tiga ton. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk kandang, petani harus mendatangkan dari luar daerah.
Kami berharap dalam masa tanam Agustus nanti ada bantuan pupuk organik dari Pemerintah,” ujar Juwari. Sementara untuk air irigasi di wilayah perbukitan, saat ini sudah teratasi dengan adanya 517 embung dan sumur di sekitar lahan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Arofah Nur Indriyani mengajak petani dan petugas untuk terus mengembangkan model budidaya bawang merah organik.
“Petugas kami selama ini intensif mengawal petani, bahkan membantu melakukan penyemprotan pestisida hayati rutin setiap minggu,” kata Arofah.
Bupati Bantul, Suharaono, mengatakan Pemkab terus berupaya membantu petani termasuk petani bawang merah di Nawungan. Bupati meminta Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Bantul untuk mengalokasikan anggaran kebutuhan pupuk dan air untuk petani bawang merah.
Suharsono juga menjamin harga bawang merah tetap stabil. Bahkan jika harga anjlok saat panen raya Pemkab siap membelinya. “Bukan hanya bawang merah, produk pertanian lainnya juga kami beli. Saya tidak ingin mendengar ada petani Bantul merugi,” ucap Suharsono.
Selain itu, Kementan juga gencar menyosialisasikan penggunaan benih bawang merah asal biji atau dikenal dengan TSS. Langkah tersebut dilakukan sebagai salah satu alternatif solusi mengefisienkan biaya produksi di tengah mahalnya harga benih umbi saat ini.
“Melalui budidaya organik seperti yang dilakukan petani Bantul serta efisiensi biaya produksi, harapannya petani bawang merah bisa makin sejahtera,” katanya.