Oleh: AL AZ ARI
Ketua Umum Himagro Faperta UNHAS Periode 2014/2015
Negara yang yang kekayaan alamnya sangat melimpah, maka sewajarnya Indonesia mendapatkan predikat dari negara lain sebagai negara agraris, negara yang seharusnya dapat berpengaruh besar terhadap bangsa lain karena produksi pertaniannya, sebuah negara yang diharapkan mampu mengekspor hasil produk pertanian, belakangan ini malah menjadi pengimpor besar pada beberapa produk pertanian yang notabenenya pertanian kita dapat dibudidayakan sendiri dan dapat disalurkan secara menyeluruh di seluruh nusantara.
Kondisi saat ini sangat ironis dan patut di pertanyakan ada apa dengan negara agraris ? Segala kebijakan telah dibuat dan diterapkan kepada masyarakat diantaranya perbaikan irigasi, pengembangan infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya dan penyediaan teknologi yang sesuai.
Namun, terkadang kita melupakan petani sebagai pemeran penting dalam skenario besar ini, sosok petani sebagai pelaku utama proses produksi pangan hanya terlihat samar, posisi petani hanya ditempatkan sebagai pihak yang perlu diperhatikan dan difasilitasi tetapi tidak berpeluang untuk ikut mewarnai arah kebijakan pertanian.
Mengacu kepada fakta bahwa petani kebanyakan tidak tamat SD sehingga banyak yang buta huruf, bahkan sering di anggap bahwa petani tidak perlu dilibatkan untuk membuat kebijakan-kebijakan di sektor pertanian. Sesungguhnya, jenjang pendidikan formal bukanlah alat ukur yang pas untuk menilai pengetahuan dan keterampilan dalam proses produksi pangan.
Petani yang telah berpengalaman dalam budidaya tidak mungkin kalah kinerjanya dibandingkan dengan individu dengan pendidikan formal yang lebih tinggi (mahasiswa) yang belum pernah menginjakkan kakinya dilumpur sawah.
Pengawalan ini terus di lakukan dalam upaya peningkatan SDM, misalnya pendampingan petani oleh ribuan mahasiswa, salah satu pertanyaan besar ‘ mampukah mahasiswa mendampingi petani ‘ apakah kualitas dari mahasiswa itu mampu menjawab tantangan dari pemerintah?.
Ini adalah tanggung jawab dari mahasiswa, untuk menjalankan peran dan banyak belajar dari petani sebagai kunci keberhasilan ketahanan pangan agar tidak menjadi anak tiri di negeri agraris ini. Semoga keberpihakan pemerintah kepada petani sepenuh hati.
Petani wajib mendapatkan dukungan, bantuan, dan perlindungan yang berarti. Selama ini pemerintah sudah merasa yakin dengan menjalankan kebijakan-kebijakannya tanpa mau belajar dari petani. Sudah waktunya bagi para pihak terkait menyiapkan diri untuk belajar dari petani agraris kita.
Sebaiknya kita banyak mendengarkan dan belajar dari petani, sehingga segala kebijakan yang digariskan telah pro kepada petani, indikator keberhasilannya adalah kebijakan yang dihasilkan sangat sesuai untuk menjadi solusi atas masalah aktual yang dihadapi petani, suara petani adalah suara kita, kesejahteraan Indonesia ada di dalam genggaman petani.
Baca Juga : hari pangan sedunia