Berada dalam Satu Kawasan, Warga Puncak Manik Akrab dengan Hewan Liar

  • Bagikan
Sumber foto: detik.com

Mediatani – Bermukim di kawasan hutan berarti harus siap hidup berdampingan dengan hewan liar. Tidak heran, warga Dusun Puncak Manik, Desa Cilangkap, Sumedang, rata-rata punya anjing penjaga di halaman rumah sebagai alarm ketika ada hewan liar atau tamu asing yang datang di areanya.

Salah seorang sesepuh, Didi (72), mengungkapkan bahwa Dusun yang berada di Kawasan hutan di bawah kaki Gunung Tampomas ini dulunya kerap didatangi oleh babi hutan. Namun hewan bertaring itu sudah tidak pernah terlihat lagi sejak lima tahun belakangan.

“Dulumah jangankan tanaman singkong ataupun talas, tanaman bunga saja diacak-acak oleh babi hutan, namun sudah dari sejak lima tahun lalu atau sejak banyak pemburu babi dari desa tetangga tidak pernah ada lagi babi yang masuk ke permukiman warga,” ungkap Didi didampingi bersama istri.

Meski bermukim di kawasan hutan, Didi mengaku tidak pernah satu kali pun melihat seekor macan berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya. Didi mengutarakan hanya pernah melihat musang, ular, monyet dan hewan liar lainnya.

“Kalau babi hutan dulumah memang ada bahkan kalau lagi jalan malam-malam, tiba-tiba suka dikagetkan oleh kemunculannya tapi sekarangmah sudah tidak ada lagi,” tambah Anih, istri dari Didi.

Bagi Pasutri ini, Dusun Puncak Manik menjadi tempat tinggal yang sangat nyaman untuk ditinggali. Anih bahkan mengakui sudah terbiasa hidup berdampingan bersama hewan liar. Beberapa hewan liar diakuinya sudah jarang terlihat seperti monyet yang hanya datang ke samping rumah ketika ada pisang atau petai.

“Kalau dihitung-hitung, ya warga sini itu tidak sengsara lah karena namanya hidup di desa, jadi istilahnya kalau lauk pauk untuk makan, kan ada lalab-laban,” kata Didi dengan sedikit tertawa.

Perlu diketahui, Dusun Puncak Manik hanya ditinggali oleh 14 Kepala Keluarga (KK) dengan 12 unit bangunan rumah. Beberapa rumah di sana masih menggunakan model bangunan lama bekas peninggalan orang tua dari warga Puncak Manik.

Nama Puncak Manik tidak terlepas dari keberadaan situs dan sebuah batu yang berbentuk segitiga menyerupai nasi tumpeng yang diatasnya ada sebuah telur. Telur inilah yang dikenal dengan sebutan Puncak Manik.

Selain itu, seorang Kuwu terdahulu bernama Mad Enoh, menyebut bahwa pernah ada situs arca dengan nama Dewan Guru disebelah selatan yang ditemukan sekitar tahun 1950-an.

Didi menambahkan bahwa situs berupa arca ini keberadaannya tidak lagi diketahui dan entah siapa pula yang mengambilnya. Kini yang tertinggal hanya sebuah situs yang dikenal dengan Singakerta. Sama halnya dengan batu berbentuk nasi tumpeng yang menjadi cikal bakal dari penamaan Dusun Puncak Manik.

“Nah kalau batunya yang berbentuk tumpeng itu, katanya yang ngambilnya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan saat itu dibawa ke kampung Lebak Naga Desa Sekarwangi atau tetangga dari Desa Cilangkap,” pungkas Didi.

  • Bagikan