Mediatani – Produksi padi di Provinsi Riau selama kurun waktu tahun 2020 berdasarkan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik mencapai 243.690 ribu ton gabah kering giling (GKG). Data tersebut mengalami kenaikan sebanyak 12.810 ton jika dibandingkan 2019.
Berdasarkan data BPS di Pekanbaru, Selasa (2/3/2021) yang dikutip dari republika.co.id, Rabu (3/3/2021), produksi padi mengalami kenaikan sebanyak 12.810 ton atau setara 5,55 persen dibandingkan 2019, yang sebesar 230.870 ton GKG.
“Pada 2020, luas panen padi sebesar 64.730 hektare dengan produksi sebesar 243.690 ton GKG. Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras pada 2020 mencapai 139.130 ton,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, Misfaruddin di Pekanbaru.
Menurut Misfaruddin, jumlah itu merupakan angka tetap untuk produksi beras di Riau pada tahun 2020. Kenaikan jumlah produksi itu disebabkan beberapa faktor, di antaranya luas panen padi meningkat dan juga meningkatnya produktivitas padi.
Luas panen padi pada tahun 2020 di Riau sebesar 64.730 hektare, yang mana mengalami kenaikan sebanyak 1.590 hektare atau 2,52 persen jika dibandingkan tahun 2019, yang sebesar 63.140 hektare.
Di samping itu, terjadi pula peningkatan produksi padi pada “subround” Mei-Agustus dan September-Desember 2020, yakni masing-masing sebesar 2,88 ribu ton GKG (2,98 persen) dan 10,36 ribu ton GKG (40,63 persen) dibandingkan 2019. Penurunan hanya terjadi pada subround Januari-April, yakni sebesar 0,43 ribu ton GKG atau 0,39 persen.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, lanjut dia, produksi beras pada 2020 sebesar 139.130 ton, mengalami kenaikan sebanyak 7.310 ton atau 5,55 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 131.820 ton.
Dia menambahkan bahwa potensi produksi padi pada subround Januari-April 2021 diperkirakan sebesar 85.380 ton GKG.
Jumlah itu, sambungnya, mengalami penurunan sebanyak 22.970 ton atau 21,20 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020, yang sebesar 108.350 ton GKG.
Sebelumnya, Gubernur Riau, Syamsuar menuturkan bahwa peningkatan produksi beras dibutuhkan untuk mengimbangi jumlah penduduk Riau yang terus bertambah.
Riau, kini masih mengalami defisit beras sekitar 30 persen, dan sangat bergantung dari pasokan luar provinsi seperti dari Sumatera Barat dan Jawa.
Akibatnya, bahan pangan ini harganya bisa sangat fluktuatif dan menyumbang inflasi cukup tinggi di daerah berjuluk “Bumi Lancang Kuning” itu.
Dia juga mengatakan bahwa jumlah penduduk Riau saat ini 6,39 juta jiwa dengan kebutuhan beras 571.266 ton per tahun, sedangkan produksi hanya 269.334 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 153.781 ton beras.
Itu berarti Riau hanya mampu memproduksi 26,9 persen beras. Menurut dia, pada 2024 jumlah penduduk Riau diperkirakan mencapai 7,4 juta jiwa dengan kebutuhan beras 662.475 ton.
Sementara produktivitas padi di Riau baru 3,75 ton per hektare. “Karenanya pada tahun 2024 minimal luas panen (harus) mencapai 125.378 hektare dengan produktivitas 4,4 ton per hektare, sehingga target produksi beras minimum (naik) 50 persen atau 331.237 ton beras yang setara dengan 519.914 ton GKG,” kata dia.
Pada berita yang lain, sebagaimana diberitakan mediatani.co sebelumnya bahwa Harga Beras di Kalangan Petani Mengalami Penurunan meski tidak dengan harga konsumen.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan bahwa harga beras dibulan Februari 2021 pada tingkat petani mengalami penurunan dibanding dengan bulan sebelumnya (month to month/mtm), tetapi justru mengalami kenaikan pada tingkat konsumen.
Sekadar informasi bahwa harga gabah pada tingkat petani mengalami penurunan sebesar 3,31 persen mtm. Sementara itu, pada tingkat penggilingan juga turun lebih rendah 0,08 persen.
Pada level grosir diketahui harga beras mengalami kenaikan sebesar 0,05 persen serta ditingkat eceran yang akan dijual ke konsumen mengalami kenaikan sebesar 0,20 persen.
Merespon hal itu, Suhariyanto selaku Kepala Badan Pusat Statistik mengatakan bahwa sejauh ini harga beras masih dianggap stabil dikarenakan perubahan harga yang dinilai tidak terlalu berbeda jauh.
Di beberapa daerah sudah terlihat adanya panen. Meskipun diperkirakan bahwa musim panen baru akan terjadi di bulan April 2021 mendatang.
“Bisa disimpulkan harga beras stabil dan kita harap tetap stabil di 2021, Kita lihat beberapa wilayah sudah masuk wilayah panen yang jatuh pada Maret dan April” kata Suhariyanto saat konferensi pers virtual, pada Senin (3/1/2021). Baca selengkapnya di sini. (*)