Mediatani – Selain lele dan nila, ikan air tawar lain yang juga cukup menjanjikan untuk digeluti adalah ikan gurame. Pasalnya, ikan satu ini sering menjadi hidangan mewah di setiap restoran atau rumah makan hampir di seluruh Indonesia.
Hal tersebut membuat budidaya ikan gurame kini mulai banyak dikembangkan di berbagai daerah. Tingginya permintaan akan produksi ikan ini menjadi motivasi bagi para pembudidaya tersebut. Selain karena rasanya yang sangat lezat, ikan ini diminati karena mengandung bermacam protein dan vitamin yang mendukung kesehatan.
Meski demikian, budidaya ikan gurami ini juga tidak semudah yang dibayangkan. Selama ini, penggiat budidaya ikan gurame yang ada harus bekerja tekun untuk dapat mendulang kesuksesan.
Ternyata, bukan hanya kaum pria yang sukses menggeluti bidang ini, Nur Lestiani, seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Mangge, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, juga berhasil menjalankan budidaya ikan air tawar gurami di kolam miliknya.
Lestiani mengatakan, awalnya, dia membudidaya ikan lele asal sungai amazon. Namun karena gagal, dia memilih beralih membudidayakan ikan air tawar gurami karena dianggapnya lebih sederhana dibandingkan ternak ikan lele.
“Saya hanya bermodal dua kolam, berukuran 3 meter dengan panjang 5 meter. Kolam luas ini lumayan mampu menampung sekitar 700 ekor bibit ikan gurami,” ungkap Nur Listiani dilansir dari Tribun, Minggu (28/2).
Listiani mengungkapkan bahwa dirinya tidak serta merta beralih membudidaya ikan gurami. Dia mengaku telah berulang kali gagal dan mengulang-ulang budidaya ikan lele. Hingga akhirnya ia mencoba budidaya ikan gurami dan melihat hasil ikannya mulai bibit hingga menjelang panen ini, persentase yang mati dan bibit tumbuh ada banyak dan sehat.
“Alhamdulillah, panen ini kita akan merasakan keuntungan budidaya ikan air tawar yang banyak dicari penyuka santapan jenis ikan,” ujar Nur Listiani.
Listiani mengaku, dibanding ikan lele, perawatan yang dilakukan dalam budidaya ikan gurami lebih mudah dilakukan. Walau banyak yang mengatakan ikan gurami mudah terserang penyakit Parasiter, seperti virus, bakteri, jamur, cacing, serta mikroorganisme lain yang mematikan.
Sedangkan untuk non-Parasiter, penyakit yang dialami disebabkan karena faktor fisika dan kimia dilingkungan tempat budidaya, seperti kondisi air yang telah tercemar gas beracun seperti amonia. Namun, ia mengaku mampu mengantisipasi penyakit parasiter dan non-parasiter tersebut.
Ia berharap selajutnya bisa kembali panen dan menyumbang untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ia juga berharap ibu-ibu yang ada di sekitarnya juga bisa termotivasi untuk melakukan budidaya ikan gurame ini.
Menjelang panen selanjutnya, ia mengaku ikan guramenya sudah banyak dipesan langsung oleh beberapa pedagang ikan yang datang berkunjung ke kolamnya, dengan harga per kilogram Rp 25.000. Dia mengestimasi, keuntungan dari hasil panennya ini bisa mencapai jutaan rupiah. Bahkan, sebagian dari pedagang ikan itu sudah memberikan Down payment (DP/uang muka).
“Syukur, ini panenan bisa membantu kebutuhan ekonomi keluarga ditengah pandemi Covid-19, yang banyak rumah tangga kesulitan ekonomi. Kalau kita berhasil akan kita tularkan pengalaman ini kepada ibu ibu disekitar sini, tidak punya lahan, bukan masalah. Bisa usaha joint (bersama sama),” katanya menyemangati ibu ibu tetangganya.
Dia berkeyakinan bahwa ibu ibu disekitarnya juga bisa melakukan hal yang serupa, karena membudidayakan gurame sangat mudah, selain bisa menggunakan pelet, daun daun yang mudah dicari di sekitar atau daun kangkong juga bisa digunakan.
Selain itu, harga jenis ikan air tawar ini di pasaran relatif stabil, bahkan dapat terus meningkat dari tahun-ke tahun. Di Indonesia, budidaya ikan gurame telah banyak dikembangkan di berbagai daerah seperti Tasikmalaya, Garut, Purwokerto, Ciamis, Magelang, Pakayumbuh (Sumatera), dan Manado.