Mediatani – PT Citra Silika Mallawa (CSM) dan PT Riota merupakan dua dari sekian perusahaan tambang di Kolaka Utara yang terus mendapat penolakan dari warga sekitar. Tercatat ada tiga kali aksi demonstrasi dan dua kali rapat dengar pendapat yang dilakukan warga melalui mediasi DPRD dan Pemkab setempat.
Perusahaan tambang tersebut dinilai belum berkontribusi jelas bagi warga sekitar dan justru berdampak buruk pada lingkungan sekitar. Aktivitas pertambangan tersebut telah mengakibatkan nelayan kehilangan mata pencarian karena ikan menjadi berkurang di wilayah pantai.
Warga juga mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah karena tambaknya tercemar limbah tambang. Air yang mengalir ke tambak memang terlihat berwarna cokelat dan bercampur dengan warna khas bahan kimia.
Sebelumnya warga sekali panen bisa menghasilkan satu ton udang di tambaknya yang seluas satu hektare. Setelah perusahaan tambang mulai aktif beroperasi sekitar tahun 2018, hasil produksi tambaknya terus merosot.
Selain itu, menurut pernyataan warga, lokasi tambang itu telah menggusur makam leluhur warga setempat. Namun, persoalan ini masih sementara diselidiki lebih lanjut.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Sudirman membenarkan bahwa warga sudah beberapa kali melakukan aksi protes. Terkait hal itu, ia mengaku pihaknya sudah melakukan hearing dengan perusahaan tambang.
Sudirman menambahkan, sampai saat ini, pihaknya masih belum jelas mengetahui soal izin lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) milik PT Riota Jaya Lestari, apakah sesuai peraturan Kementerian Lingkungan Hidup nomor 12 tahun 2012.
Pihaknya menduga, perusahaan tambang tersebut belum melakuka sosialisasi terkait terminal khusus dan Amdal kepada warga. Jika sudah terjadi, tambah Sudirman, tak akan ada aksi demonstrasi dan penolakan.
Izin berlayar dan terminal khusus (jeti) PT Riota di Kolaka Utara sudah ada sejak Juni 2021. Namun, diduga izin yang diberikan itu malah disalahgunakan sejak Maret 2021.
“Di lapangan, perusahaan sudah diketahui beroperasi oleh warga sejak Maret 2021. Mereka menjual dan mengangkut ore nikel dengan alasan uji coba pelabuhan, padahal mestinya hanya sekali atau dua kali saja kalau mau uji coba,” ungkapnya.
Wakil Ketua I DPRD Kolut, Hj. Ulfa Haeruddin dari fraksi PKB menegaskan, perlu dilakukan pembahasan mendetail terkait persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan di Kolaka Utara karena dampak yang ditimbulkan jauh lebih banyak dibandingkan keuntungan yang diperoleh daerah.
“Olehnya itu, kita butuh pembahasan mendetail tentang pencemaran lingkungan dan rekomendasi kesesuaian tataruang. Kenapa itu bisa terbit sementara fakta dilapangkan lebih banyak kerusakan daripada hasilnya,” tambah Ulfa.
Aktivitas tambang PT. Riota telah mendapat banyak keluhan warga karena hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti polusi debu dan banjir bercampur lumpur yang menggenangi desa kala hujan tiba seperti yang terjadi pada Januari 2021 lalu.
Masyarakat Dusun IV Lanipa Desa Sulaho sudah menjadi langganan banjir saat musim hujan, ini terjadi akibat dari adanya aktivitas pertambangan. Masyarakat setempat hanya bisa menjerit karena dampak dari kegiatan pengerukan itu mencemari rumah warga setiap hujan deras mengguyur.
Terkait hal ini, Direktur Operasional PT Riota Jaya Lestari, Gery mengaku belum melakukan koordinasi dengan pihak desa soal Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan CSR.
“Selama ini yang datang hanya orang per orang, mereka mengaku-mengaku warga namun kami menganggap bukan mewakili semua warga di sana. Sehingga, kami belum bisa kumpulkan mereka karena terkendala aturan,” ujarnya seperti yang dikutip dari liputan6, Minggu 22 Agustus 2021.
Menurutnya, sesuai aturan presiden, nanti ada persetujuan soal pilot project dari Dirjen Minerba soal PPM lalu perusahaan akan mengeluarkan anggaran berupa PPM dan CSR bagi warga.