Di Hadapan DPR, Kementan Pastikan Stok Beras Nasional Cukup Sampai Mei 2021

  • Bagikan
Rapat dengar Pendapat, kementerian Pertanian

Mediatani – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan bahwa stok beras jelang bulan Ramadhan 1422 H dalam keadaan aman. Data prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok oleh Kementan, mencatat angka ketersediaan beras hingga bulan Mei 2021 diperkirakan mencapai 25 juta ton.

“Neraca beras sampai dengan 2021 masih aman, terutama dengan panen raya,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, di Jakarta, Senin (15/03/21) siang.

Data stok beras hingga penghujung Desember 2020 kemarin, tercatat ada sebanyak 7,389 juta ton beras. Sementara itu perkiraan produksi dalam negeri mencapai 17,5 juta ton. Sedangkan, perkiraan kebutuhan beras sampai bulan Mei 2021 sebanyak 12,336 juta ton. Dengan demikian, maka neraca beras pada Mei 2021 diperkirakan bisa mencapai 12,565 juta ton.

Sebagai bentuk antisipasi menjelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1442 H, Kementan akan menjalankan strategi untuk menjamin penyediaan pangan, termasuk beras. Kementan sendiri sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengamankan produksi beras nasional.

“Kami akan melakukan pemantauan harga secara rutin, selain juga akan mengadakan pasar murah komoditas utama melalui Pasar Mitra Tani dan di pasar tradisional dengan bekerja sama dengan BUMN dan mitra lainnya,” sebut Momon.

Sementara itu, untuk mengantisipasi hal yang tak terduga akibat dampak perubahan iklim, seperti banjir maupun kekeringan, Kementan akan menerapkan early warning system. “Sistem ini akan membantu dalam memantau wilayah rawan banjir ataupun kekeringan,” sebut Momon.

Juga telah disiapkan langkah antisipasi musim kemarau dengan percepatan padat karya infrastruktur, baik melalui rehabilitasi jaringan irigasi tertier, bantuan irigasi perpompaan/perpipaan, ataupun embung. Kementan juga akan mempercepat realisasi penyaluran bibit tanaman.

Pada kesempatan yang sama, turut hadir pula Direktur Perum Bulog Budi Waseso. Dirinya menyebutkan bahwa memasuki panen raya, diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyerap gabah petani.

“Total perkiraan gabah kering giling seluruh Indonesia pada Maret – April 2021 sebesar 17,3 juta ton. Sedangkan surplus produksi pada Januari – April 2021 diperkirakan 6 juta ton setara beras. Memperhatikan perikiraan produksi februari 2021 sudah melebihi tingkat kebutuhan GKG bulanan, maka dibutuhkan peningkatan penyerapan gabah dalam negeri sehingga harga gabah tingkat petani tidak anjlok,” ungkapnya.

Langkah tersebut terutama perlu dilakukan mengingat puncak panen diperkirakan akan berlangsung pada Maret ini hingga April mendatang. Hal ini berbeda dengan tahun 2020, yaitu masa puncak panen mengalami kemunduran 1 bulan hingga panen tahun lalu terjadi pada bulan April – Mei 2020.

“Realisasi pengadaan gabah/beras nasional s.d. 14 Maret 2021 sebesar 70.940 ton terdiri dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 37.806 ton dan komersial 33.134 ton. Memasuki panen raya, target CBP bulan Maret – April 2021 sebesar 390.800 ton sehingga diharapkan stok CBP di akhir April sudah di atas 1 juta ton,” sebut Budi.

Rapat dengar pendapat tersebut pun berujung pada penolakan rencana kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton pada awal tahun 2021. Komisi IV DPR juga meminta Perum Bulog memprioritaskan penyerapan hasil produksi beras dalam negeri, seiring memasuki masa panen raya di periode Maret-April 2021.

“Komisi IV DPR RI meminta pemerintah dalam tata kelola komoditas pangan nasional lebih mengutamakan produksi dalam negeri. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI menolak keputusan rencana importasi satu juta ton beras oleh Perum Bulog,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin membacakan kesimpulan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Pertanian, Perum Bulog, dan BUMN klaster pangan melalui virtual, Senin (15/3).

Menurutnya, kebijakan impor beras sebesar 1 juta ton telah mendapat banyak penolakan dari sejumlah anggota DPR karena dinilai tidak berpihak pada petani Indonesia. Hal itu dikarenakan rencana kebijakan impor beras dilakukan di saat produksi padi dalam negeri tengah memasuki masa panen raya dengan potensi produksi yang meningkat.

  • Bagikan