Mediatani – Pada Rabu (25/22/2020) dini hari tadi, sebuah kejadian yang menggemparkan publik Tanah Air terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang saat itu baru saja tiba dari Negeri Paman Sam, ditangkap oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dipimpin oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan itu menangkap Edhy Prabowo diduga karena melakukan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang dikonfirmasi oleh wartawan membenarkan hal tersebut. Namun, Gufron tidak menyebutnya secara rinci.
Edhy yang baru saja pulang dari kunjungannya ke Hawaii, Amerika Serikat (AS) itu ditangkap bersama sejumlah rombongannya, termasuk istrinya yang merupakan anggota Komisi V DPR. Sejauh ini rombongan yang ditangkap masih dalam pemeriksaan di Gedung KPK.
Edhy Prabowo sendiri diketahui kembali membuka izin atas ekspor benur, setelah sebelumnya dihentikan oleh menteri KKP sebelumnya Susi Pudjiastuti. Selain itu, beberapa pengamat juga menganggap kebijakan Edhy Prabowo yang lainnya, seperti legalisasi alat tangkap adalah hal yang keliru.
Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan yang menanggapi kejadian tersebut mengatakan, penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat KKP lainnya oleh KPK jadi pukulan keras bagi sektor kelautan dan perikanan.
“Indikasi kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras KKP menyakitkan hati nelayan kecil yang masih terus berjuang di tengah segala keterbatasan,” ujar Dani dilansir dari Liputan6, Rabu (25/11/2020).
Selain itu, ia menganggap jika penangkapan ini merupakan hasil dari pengembangan kasus izin ekspor benih lobster, langkah KPK patut diapresiasi. Menurutnya, sudah saatnya dilakukan evaluasi dan mendeteksi dengan jelas setiap aturan dan kebijakan yang menghasilkan para pemburu rente di sektor kelautan dan perikanan.
Kunjungan Edhy Prabowo ke Amerika Serikat
Edhy Prabowo sendiri diketahui bertolak ke Amerika Serikat dalam rangka memperkuat kerjasama bidang kelautan dan perikanan dengan lembaga riset Oceanic Institute (OI). Kolaborasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan budidaya udang secara berkelanjutan di Indonesia.
OI yang dimaksud merupakan sebuah organisasi penelitian dan pengembangan nirlaba yang fokus pada produksi induk udang unggul, bioteknologi, dan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Lembaga tersebut merupakan afiliasi dari Hawaii Pacific University (HPU) yang berlokasi di Honolulu, ibu kota negara bagian Hawaii.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menjelaskan, pihak kementerian memutuskan menjalin kerjasama dengan OI lantaran lembaga ini memiliki teknologi dan para ahli yang mumpuni di sektor budidaya berkelanjutan, khususnya spesies udang. Sehingga targetnya nanti, akan ada transfer teknologi serta pendampingan teknis di bidang genetika udang dari Oceanic Insistute.