Ekspor SBW Meningkat, Mentan: Beri Sumbangan Devisa & Pendapatan bagi Petani

  • Bagikan
ilustrasi sarang burung walet/merdeka.com/ist

Mediatani – Menteri Pertanian Republik Indonesia (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebut tren positif ekspor Sarang Burung Walet (SBW) menunjukan peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir ini.

“Ini adalah anugerah dari Tuhan untuk kita, tanpa perawatan khusus, walet memberikan sumbangan devisa negara dan pendapatan bagi petani, ” kata Mentan di Jakarta (15/1/2021) dari rilis pers yang diterima mediatani.co, Sabtu, (16/1/2021).

Pria yang biasa disapa SYL ini bersyukur bahwa komoditas asal sub sektor peternakan ini mendapat support dari Menteri Perdagangan, M. Lutfi.

Dukungan itu disampaikan saat meluncurkan Platform Dagang Digital Indonesian Store (IDNStore) pada hari Kamis (14/1/2021) di Jakarta.

“Selain sinar matahari, tanah subur dan banyak lagi yang diberikan Sang Maha Penguasa kepada bangsa ini harus kita jaga, harus kita kelola,” ajak Mentan, yang juga mantan Gubernur Sulsel ini.

SBW ini dapat hidup baik dengan ekosistem yang terjaga. Mulai dari hutan, laut dan sungai ialah penghasil pakan walet alami.

SBW yang diperdagangkan ialah komoditas binaan dari Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan untuk produktivitasnya. Sedangkan untuk pendampingan eksportasi dimulai dari harmonisasi aturan dan persyaratan teknis sanitasi negara tujuan dan bimbingan teknis sanitasi dan keamanan pangan, food safetynya dilakukan oleh Barantan.

Melalui Barantan, kata SYL, pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap 23 eksportir SBW RI hingga berhasil teregistrasi oleh otoritas karantina pertanian Cina atau GACC (General Administration of Customs of the People’s Republic of China).

Dari situ tercatat ada sebanyak 262 ton atau 23% dari total ekspor SBW RI dibeli oleh Cina. Sebagai pengekspor SBW terbesar di dunia, para pelaku usaha RI banyak menargetkan dan menyasar pasar Cina. Hal itu dikarenakan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan negara tujuan lain. Yakni di antara Rp. 25 juta hingga Rp. 40 juta per kg.

Dengan harga yang lebih tinggi, Cina secara khusus mempersyaratkan ketentuan registasi bagi tempat pemroses sarang wallet, di samping pemenuhan persyaratan teknis tentunya.

Diketahui tempat pemrosesan sarang walet juga memerlukan tenaga kerja yang cukup besar atau padat karya. Oleh karena itu, mampu memberikan dampak ekonomi berupa peluang kerja bagi masyarakat sekitarnya.

“Saat ini 13 pelaku usaha tempat pemrosesan sarang burung walet lainnya tengah kita dampingi untuk penetrasi pasar Tiongkok, semoga bisa sama-sama kita dukung agar tahun ini selesai,” sebut SYL lagi.

Menteri Perdagangan M. Lutfi menyebut keyakinan dan optimismenya untuk tercapainya pertumbuhan yang ditargetkan pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan komoditas ekspor SBW menjadi andalan, bahkan disebutnya sebagai “harta karun”.

Sebagai informasi, dari data pada sistem perkarantinaan, IQFAST Badan Karantina Pertanian (Barantan) tercatat bahwa selama masa pagebluk Covid 19, jumlah ekspor SBW sebanyak 1.155 ton dengan nilai Rp. 28,9 triliun atau meningkat 2,13% dari pencapaian di tahun 2019 yang hanya sebanyak 1.131,2 senilai Rp. 28,3 triliun saja.

Sarang Walet RI Laris di Mancanegara

Kepala Barantan, Ali Jamil turut memberikan keterangannya, bahwa selain Cina, ada 23 negara lainnya yang merupakan tujuan ekspor bagi SBW RI.

Negara-negara tersebut di antaranya, Australia, USA, Kanada, Hongkong, Singapore, Afrika Selatan dan lainnya.

“Setiap negara tujuan memiliki protokol ekspor masing-masing dan kami selaku otoritas karantina mengawal persyaratan teknisnya, ” kata Jamil.

Jamil menuturkan, pihaknya telah memiliki laboratorium pengujian yang telah diakui oleh negara mitra dagang. Selain percepatan pelayanan, timnya juga juga terus melakukan inovasi teknologi perkarantinaan agar bisa memfasilitasi pertanian diperdagangan internasional.

Partisipasi dan dukungan dinas pertanian, peternak dan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan komoditas SBW, tambah dia, sangat diperlukan. Seperti bahaya ancaman penyakit flu burung atau avian influenza (AI).

“Kita pernah mengalaminya di tahun 2005 dan diperlukan upaya yang panjang untuk mengendalikannya. Bersama kita jaga, laporkan jika melaluilintaskan unggas khususnya kepada petugas karantina agar SBW tetap dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional, ” tukas Jamil. (*)

  • Bagikan