Eropa Dilanda Krisis Minyak Bunga Matahari, Minyak Sawit Indonesia Dilirik

  • Bagikan
Indonesia merupakan salah satu negara produsen sawit terbesar

Mediatani – Pasokan minyak bunga matahari atau sunflower oil di berbagai negara Eropa mulai menipis. Hal ini disebabkan karena kurangnya pasokan dari beberapa negara produsen minyak tersebut.

Kondisi tersebut menjadi peluang bagi negara produsen minyak sawit untuk merambah pasar Eropa, setelah sekian tahun lamanya diboikot oleh negara-negara di benua biru.

Guru Besar John Cabot University Roma Prof Pietro Paganini mengatakan bahwa saat ini merupakan momen tepat untuk dimanfaatkan negara produsen minyak sawit tersebut untuk memperluas pasar penjualan minyak sawit mereka.

“Minyak sawit ada di sini (Eropa) untuk menyelamatkan. Saat ini, bukan waktunya untuk memikirkan membalas dendam setelah apa yang telah terjadi,” ungkapnya dilansir dari Suara, Kamis (14/4/2022).

Ia menjelaskan bahwa minyak bunga matahari (sun flower oil) yang berkurang di Eropa itu telah membuat banyak produsen dan pengolah makanan untuk melakukan formulasi ulang produk dengan menggunakan bahan baku minyak yang berbeda.

Barilla, salah satunya produsen biskuit yang berasal dari Italia, sudah tidak lagi mencantumkan label “senza olio di palma” atau “bebas minyak sawit” yang sebelumnya tertera pada kemasan produknya. Label tersebut dihilangkan karena Barilla telah beralih menggunakan minyak sawit dalam proses produksinya.

“Beberapa di antaranya kembali ke minyak sawit setelah mereka meninggalkannya antara 2016 dan 2018 dan setelah mereka memboikotnya,” ungkap Paganini

Meski demikian, tambah Paganini, masih ada beberapa produsen dan pengolah makanan lainnya yang khawatir untuk beralih ke kelapa sawit karena takut reputasi mereka memburuk. Mereka khawatir kecaman dari LSM, reaksi pemangku kepentingan, dan pihak lainnya.

Sejumlah perusahaan produsen pengolah makanan yang masih menggunakan cadangan minyak bunga matahari hingga Agustus tahun ini. Mereka masih berharap pasokan minyak bunga matahari akan kembali tersedia.

“Jadi, sangat sedikit yang mengakui bahwa mereka membeli dan menggunakan minyak sawit. Kita lihat saja dalam beberapa bulan ke depan apa yang akan terjadi,” ujarnya.

Menurutnya, hal yang paling tepat dilakukan oleh negara-negara produsen minyak sawit adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas dan keberlanjutan hingga menjadi jauh lebih baik lagi, memperkuat skema sertifikasi dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk semua komoditas lain dan menawarkannya kepada negara-negara di Eropa.

“Jika mereka pintar mereka akan membelinya. Jika tidak, dunia ini jauh lebih besar dari Eropa. Eropa kecil tetapi masih berpengaruh secara politik, jadi sebaiknya ikuti saja mereka. Sekarang saatnya berjabat tangan dan menjual sebanyak mungkin minyak sawit berkelanjutan,” katanya.

Indonesia, kata Paganini, seharusnya terus melakukan apa yang sejak dulu dilakukan oleh jutaan pekerja di rantai pasok, yakni meningkatkan kualitas produk, meningkatkan keberlanjutan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghasilkan lebih banyak minyak sawit.

  • Bagikan