FAO dan KKP Ajak Masyarakat Buat Olahan Hasil Sampingan Produksi Sidat

  • Bagikan
Ibu-ibu di Kecamatan Kedungreja Cilacap menyajikan hidangan hasil sampingan ikan sidat (Sumber: TribunJateng).

Mediatani – The Food and Agriculture Organization (FAO) menjalin kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Global Environmental Facility (GEF) dan pemerintah Kabupaten Cilacap untuk mengajak masyarakat memanfaatkan hasil sampingan produksi sidat bakar sebagai alternatif gizi dan pemasukan ekonomi.

Kegiatan yang dilakukan melalui proyek IFish ini merupakan bagian dari momentum perayaan Hari Ikan Nasional dan Hari Pangan Sedunia.

Karena itu, acara pengenalan produk pada 1-2 November 2022 di Kaliwungu dan Bulaksari mengangkat slogan “Tidak Ada Sidat yang Terbuang”. Kegiatan tersebut dihadiri berbagai kalangan, mulai dari para ibu, pegiat posyandu, pelaku budidaya sidat, hingga anak-anak.

Meski menjadi salah satu negara pengekspor ikan sidat ke Jepang, konsumsi sidat di Indonesia masih masih sangat terbatas. Salah satu contohnya di Kabupaten CIlacap yang merupakan daerah penyuplai sidat, namun masih jarang ditemui olahan sidat di restoran.

Harga merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala. Sebab ikan sidat termasuk komoditas perikanan ekspor dan ada beberapa jenis sidat (Anguilla sp) yang kini telah berstatus dilindungi terbatas hingga ada aturan tentang penangkapannya.

Hal inilah yang melatarbelakangi proyek IFish untuk bersama mitra dan pegiat kuliner menciptakan berbagai resep manu masakan bercita rasa lokal yang bisa memanfaatkan hasil sampingan produksi sidat bakar di Kampung Sidat Kaliwungu.

Upaya ini penting karena dari dua ton sidat yang diolah menjadi sidat bakar (unagi kabayaki) bisa menghasilkan hingga 700 kilogram produk sampingan yang berupa hati, tulang, daging perut, kepala, dan sirip sidat.

Padahal, produk sampingan yang jarang dimanfaatkan itu bukanlah sampah, sebab selama ini masyarakat Jepang sangat menggemari hidangan tersebut. Di negeri Sakura ini, ada beberapa restoran kelas atas yang menyajikannya.

Di Indonesia sendiri juga telah ada yang menjual menu sate hati dan kerupuk dari tulang sidat. Tapi dibanding yang dimanfaatkan, hasil sampingan sidat yang dibuang oleh para pembudidaya masih lebih banyak.

Setelah dilaksanakan pendampingan praktik perikanan sidat secara berkelanjutan, selanjutnya masyarakat, terutama perempuan yang ada di sekitar Kampung Sidat Kaliwungu diajak untuk membuat olahan hasil sampingan produksi sidat bakar.

“Kami berharap pemanfaatan hasil sampingan ini bisa membuat nutrisi sidat lebih terjangkau dan dapat dijadikan pemasukan alternatif bagi para perempuan,” kata Muhammad Yusuf selaku pelaksana proyek IFish.

Olahan Tulang dan Sirip Sidat

Pada kegiatan tersebut, pakar kuliner bersama peserta membuat empat resep yang menggunakan bahan baku hati, tulang, sirip, dan kepala. Semua resep yang dibuat cukup praktis dan dapat dimasak dengan peralatan sederhana.

“Kami mengembangkan hasil sampingan menjadi kaldu, keripik, dan sambal goreng karena mudah mengolahnya dengan bahan dasar yang sederhana,” ungkap Arifien Windarman, salah satu pegiat kuliner.

Menurut Arief, konsep acara tersebut salah satu bentuk upaya mempromosikan prinsip memasak bebas limbah kepada masyarakat setempat, karena memanfaatkan seluruh bagian tubuh sidat sebagai sumber nutrisi yang tinggi.

FAO mencatatkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah pangan terbesar di dunia. Ada sebanyak 1,3 juta ton pangan hilang dan pangan terbuang pada rantai pangan di Indonesia setiap tahunnya. Artinya, rata-ratakan setiap orang di Indonesia menghasilkan sampah pangan sebesar 115 – 184 kilogram per tahunnya.

Berbagai sajian yang dibuat kemudian dipamerkan dan dihidangkan pada 2 November di Bulaksari. Selain membuat hidangan, peserta terutama anak-anak juga dikenalkan pada perikanan sidat yang berkelanjutan, pentingnya ekosistem air tawar, dan upaya meminimalisir sampah pangan lewat dongeng, komik, dan bermacam kegiatan interaktif.

Pada kesempatan ini, Istri dari Bupati Cilacap Teti Rohatiningsih juga mengapresiasi pelatihan ini karena dapat memberikan semangat para perempuan untuk mendukung kegiatan gemar ikan.

“Kegiatan mendongeng dan lomba mewarnai dengan tema sidat juga bisa menginspirasi generasi muda untuk mengenal kekayaan alam dan potensi perikanan Cilacap,” tambahnya.

  • Bagikan