Mediatani – Peternak ayam kini memang harus ikhlas jika harga ayam di kandangnya anjlok menjadi Rp17.000 – Rp18.000 per kilogramnya. Padahal di sisi lain, biaya produksi saat ini sudah menyentuh Rp19.500 – Rp20.000 per kg.
Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam (Gopan), Herry Darmawan, menuturkan bahwa turunnya harga ayam hidup di kandang ini telah terjadi sekitar lima hari terakhir ini.
“Harga itu sudah lima hari ini. Biaya produksi sekitar 19.500-20.000 per kilo hidup,” katanya melansir dari kumparan.com, Senin (21/6/2021).
Herry menyebutkan salah satu penyebab dari turunnya harga ayam di tingkat peternak itu dikarenakan terjadinya oversupply. Berdasarkan catatannya, dalam seminggu kebutuhan bibit ayam atau DOC (Days Old Chicken) mencapai Rp80 juta saat kondisi normal.
Sementara pada saat pandemic ini, kebutuhan turun menjadi 40-50 juta bibit ayam. Pihaknya memperkirakan adanya kelebihan produksi terjadi hingga dua pekan ke depan.
“Nah ini yang bikin harga jatuh nah harga ini sekarang. Kayaknya oversupply ini sampai dua minggu ke depan,” sambung dia.
Dalam rangka menekan kerugian yang diderita peternak, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Perbibitan dan Produksi Ternak yang diterbitkan 3 Juni 2021, mengacu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Keberadaan SE ini pun diketahui untuk menekan produksi ayam di hulu, sehingga harga produksi ayam bisa lebih seimbang.
“Untuk mengurangi kerugian itu pemerintah telah bikin surat ke integrator agar mereka menyerap ayam ayam peternak. Di targetkan 25 juta ekor terserap dalam dua minggu. Kalau itu terserap harga stabil,” ujarnya.
Peternak Protes Pemangkasan Bibit Ayam Pedaging yang Sebabkan Harga Telur Jatuh
Sementara itu, belum lama ini, para peternak ayam petelur di Blitar Raya juga melayangkan memprotes penerbitan surat edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang berisi pemangkasan pembibitan ayam pedaging.
Melansir, Sabtu (12/6/2021) dari Kompas.com, mereka menilai surat edaran bertajuk pengendalian stok ayam ras pedaging dan diterbitkan pada 3 Juni itu berimbas pada turunnya harga telur di pasaran.
Penurunan harga terjadi karena telur fertil yang akan ditetaskan sebagai bibit ayam pedaging yang seharusnya dimusnahkan mengalir secara ilegal ke pasar dan menekan harga telur ayam.
Puluhan perwakilan berbagai kelompok peternak ayam petelur yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Peternak Rakyat menyampaikan protes terkait surat tersebut ke Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar, Kamis (10/6/2021), lalu.
Para peternak datang membawa berbagai spanduk dan poster. Namun setalah berembug dengan petugas keamanan, agenda unjuk rasa berbelok menjadi audiensi dengan Bupati Blitar yang diwakili oleh asisten bidang ekonomi Tutik Komariyati dan Kepala Dinas Peternakan Adi Andaka.
“Baru sekitar sebulan kami mulai merasakan bantuan pemerintah berupa turunnya harga jagung pakan ternak, sekarang ada kebijakan yang sebenarnya juga persoalan klasik yang terus diulang,” ujar Suryono, salah satu ketua kelompok peternak ayam petelur Blitar di lokasi, Kamis (10/6/2021), melansir dari situs yang sama.
Suryono kemudian menunjukkan salinan surat edaran tersebut dan berapa jumlah telur bibit ayam pedaging yang harus dipotong dari siklus penetasan pada Juni untuk mengendalikan pasokan daging ayam pada Juli.
Surat edaran itu menyebutkan bahwa potensi produksi bibit ayam pedaging pada Juni sekitar 278 juta ekor. Sedangkan kebutuhan hanya sekitar 226 juta ekor.
Maka dari itu, terdapat potensi kelebihan bibit ayam pedaging sebanyak 52 juta ekor. Karenanya, menurut surat edaran itu, harus dilakukan pemotongan 50 juta butir telur yang akan ditetaskan pada Juni…baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)