Mediatani – Sehari yang lalu, tepatnya 21 November 2020, Indonesia memperingati Hari Ikan Nasional (HARKANNAS) sebagai momentum untuk menunjukkan bahwa pangan dan gizi adalah hal yang saling berkait dan menjadi salah satu masalah nasional.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi pangan bergizi berupa ikan. Selain karena bergizi tinggi, ikan juga merupakan bahan pangan yang mudah untuk diolah menjadi beraneka ragam masakan yang lezat. Selain itu, ketersediaannya di alam juga cukup melimpah.
Meski demikian, beberapa jenis ikan yang lezat itu ternyata dapat mengganggu kesehatan bahkan mematikan manusia jika tidak diolah oleh tangan yang ahli. Salah satu contohnya adalah ikan buntal atau Puffer fish yang sejak lama dikenal sangat berbahaya.
Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah banyak yang mengkonsumsinya secara bebas. Namun, banyak juga yang telah menjadi korban. Berita nahas tentang korban tewas keracunan atau hanya keracunan berat karena memakan ikan buntal itu pun sudah kerap sekali muncul di berbagai media.
Seperti yang pernah diberitakan RRI, akibat memakan ikan buntal, satu keluarga di Banyuwangi nyawanya meregang. Mukhlis Hartono (65) sebagai kepala keluarga, Dewi Ambarwati (50) istrinya, beserta Siti Habsah (80), orang tua dari Dewi menjadi korban dari keganasan racun ikan buntal.
Salah seorang keluarga korban, Ahmad Syaifullah mengatakan bahwa nasib nahas yang menimpa ketiga keluarganya tersebut memang tidak diduga sebelumnya. Apalagi hanya akibat mengkonsumsi ikan buntal.
“Info dari tetangga, kemarin mereka (korban) makan ikan buntal. Hari ini masih konsumsi. Sisanya (ikan buntal) dibawa petugas untuk pemeriksaan,” ujar Syaiful kepada wartawan, Selasa (10/3/2020).
Bukan hanya dagingnya, telur dari ikan buntal itu juga ternyata sangat berbahaya. Kasmini (40) seorang warga Desa Mliwang, Kabupaten Tuban yang menjadi korban keracunan dari telur ikan laut tropis itu. Usai mengkonsumsi telur ikan buntal, ia mengalami keracunan parah hingga merenggut nyawanya.
Racun Ikan Buntal
Ikan buntal dapat membuat orang yang mengkonsumsinya keracunan parah karena ikan ini mengandung tetrodotoksin (TTX), yakni senyawa organik heterosiklik yang termasuk golongan aminoperhydroquinazolone. Kemungkinan besar, TTX ini diproduksi oleh bakteri dan termakan oleh ikan buntal.
Kandungan TTX paling tinggi biasanya ditemukan di dalam ovarium ikan buntal dan pada saat musim bertelur. Dalam spesies ikan buntal yang sama, kandungan TTX sangat bervariasi, namun distribusi di dalam bagian tubuhnya sangat spesifik.
Keracunan TTX dapat mengakibatkan tingkat kematian sekitar 60%. Gejala keracunan TTX biasanya muncul setelah beberapa menit setelah mengkonsumsi ikan buntal.Umumnya setelah 10-45 menit; dalam beberapa kasus, gejala baru muncul hingga beberapa jam kemudian. Kematian biasanya akan terjadi pada 24 jam kemudian.
Ikan buntal jadi makanan istimewa di Jepang
Lain halnya yang terjadi di Jepang. Bangsa Jepang sudah mengkonsumsi ikan buntal sejak ratusan tahun lalu. Bahkan jenis yang mereka konsumsi adalah Torafugu atau Ikan Buntal Harimau (Takifugu), yang merupakan spesies ikan buntal paling beracun di dunia.
Hidangan ikan buntal di Jepang disebut Fugu. Karena risiko racun yang ada di dalamnya, ikan buntal menjadi hidangan yang paling menantang. Fugu merupakan sajian musim dingin paling mahal di Negeri Sakura. Biasanya, ikan ini disajikan dalam potongan tipis sashimi atau dalam panci mendidih.
Kendati demikian, masyarakat Jepang yang terkenal dengan tingkat konsumsi ikan mentah yang sangat tinggi, tidak mampu menyajikan hidangan ikan buntal yang aman untuk dimakan tanpa keahlian dan sertifikasi khusus. Bukan hanya itu, seorang chef ikan fugu juga punya alat khusus untuk mengolah ikan fugu.
Menurut chef spesialis pengolahan ikan fugu, seorang yang ingin bisa mengolah hidangan fugu dengan baik dan benar, setidaknya harus belajar dengan ahlinya selama 2 hingga 3 tahun. Selain itu juga harus lulus tes kinerja tertulis dan praktis untuk dapat mengantongi lisensi.
Bahkan, pemerintah Jepang sudah menciptakan uji standar nasional yang dirancang untuk memastikan keamanan dalam pengolahan ikan yang satu ini. Hal itu dilakukan karena selama ini lisensi tersebut berbeda-beda dan hanya berlaku di beberapa wilayah saja di Jepang.
Tujuan dibuatnya persyaratan lisensi baru dari Departemen kesehatan Jepang dimaksudkan untuk mengonfirmasi bahwa mereka yang menghidangkan ikan fugu sudah benar-benar ahli. Semua Chef yang mengolah ikan fugu harus tahu bagaimana cara menghilangkan bagian beracun dari ikan.
Selain itu, Kebijakan ini juga sebagai langkah pendukung Jepang yang berniat untuk meningkatkan ekspor makanan laut, khususnya fugu yang selama ini jauh lebih kecil daripada ekspor makanan laut utama seperti kerang.
“Negara-negara lain mengatakan bahwa lebih mudah mengimpor fugu jika diatur secara resmi,” kata seorang wakil dari Asosiasi Fugu Internasional dikutip dari Nikkei Asian Review.