Mediatani – Mendapat imbas dari pandemi Covid-19 nyatanya tidak hanya dirasakan para pengusaha, namun juga menimpa para petani. Termasuk para petani kolang-kaling.
Sebelum pandemi menyebar ke Indonesia, para petani bahkan meraup banyak keuntungan dari kolang-kaling.
Apalagi di bulan puasa ini petani bisa mendapat dua kali lipat dari pendapatan biasa. Namun di masa pandemi, pendapatan benar-benar turun drastis.
Seorang petani, Umin, salah satu petani kolang kaling di Tasikmalaya pun mengisahkan perjuangannya bertahan di masa pandemi.
Umin merasa pandemi berpengaruh sekali terhadap kondisi perekonomian keluarganya. Lazimnya Umin mendapat upah berkali-kali lipat dari penjualan kolang-kaling saat bulan puasa.
Namun sejak pandemi muncul di Indonesia, harga penjualan kolang kaling turun drastis.
“Nah sebelum korona penjualan saya biasanya kalau mau masuk hari-hari seperti sekarang ini, masuk hari puasa kan, itu paling bagus, paling tinggi. Mencapai sampai Rp12.000, yang paling normalnya tuh Rp8.000. Cuma berapa sekarang, Rp5.000 lah untuk 1 kilonya sekarang,” kata Umin.
Umin bersama teman-teman seprofesinya pun bisa mengolah kolang-kaling sebanyak 50 kilogram dalam sehari. Mereka mulai bekerja sejak pukul 06.00 sampai 16.00 wib.
Hasil olahan kolang-kaling dijual ke pasar-pasar di sekitar Tasikmalaya.
Umin pula menjelaskan bahwa cara mengolah kolang kaling awalnya dia memanjat pohon buah kolang kaling.
Dengan tangan dan kaki yang cekatan, dirinya mulai memanjat menggunakan sebilah bambu.
Kemudian, membawa buah kolang kaling ke tempat penampungan. Lalu, ia potong buah kolang kaling dan direbus. Setelah direbus, buah kolang kaling diangkat dan dikupas.
“Dari awalnya kan naik, diturunin (buah kolang-kaling) dari pohonnya. Di sini kan dikupas, nah langsung di jemur di sana, pakai drum. Dari mulai drum itu diangkat, dikebawahkan, itu baru dikupas satu persatu itu,” kata dia.
Setelah diolah, kolang-kaling kemudian dibawa ke penampungan untuk direbus dan didistribusikan ke pasar-pasar terdekat.
Meski merasa kesulitan, dia dan teman-teman petani tetap berusaha mengumpulkan buah kolang-kaling. Ia menyadari masih ada keluarga yang harus ia hidupi.
“Nah saya ambil lagi kolang-kaling sekarang, meskipun murah. Makanya saya cari lagi, kerjain lagi. Ini yang penting halal. Yang penting bagus, seperti ini bagus kata agama dan kata negara. Gak akan merugikan orang, gak akan merugikan diri kita sendiri,” kata dia.
Fapet UGM Bantu Istri Peternak Sapi Pacitan Buat Olahan Susu Empon-empon
Pandemi Covid-19 telah memberi dampak yang besar salah satunya yakni, berkurangnya pendapatan para peternak sapi di Desa Tahunan, Pacitan, Provinsi Jawa Timur.
Bahkan, para peternak di sana mulai menjual sapinya karena tidak dapat membeli pakan.
Kelompok peternak Bumi Rahayu di Desa Tahunan beranggotakan 25 orang. Mereka memiliki lebih dari 50 ekor sapi dengan rata-rata produksi susu per hari mencapai 6—10 liter tiap ekor sapi dengan nilai jual ke koperasi sebesar Rp5.000 per liter.
“Pendapatan rata-rata setiap peternak di kelompok tersebut hampir sama, yaitu kurang lebih Rp80.000,00 per hari atau sekitar Rp2.400.000,00 per bulan. Padahal, sebagian besar istri peternak tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengandalkan pendapatan suami,” kata dosen Fakultas Peternakan UGM selaku ketua kegiatan pengabdian kepada masyarakat Ambar Pertiwiningrum, beberapa waktu lalu, mengutip, Sabtu (24/4/2021) dari laman Liputan6.com.
Ambar menuturkan bahwa, dengan melihat kondisi ini, Fakultas Peternakan UGM memberdayakan istri peternak untuk mampu mengolah susu sapi segar menjadi susu pasteurisasi kombinasi empon-empon…baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)