Kebijakan Impor Beras Membuat Petani Kecewa, INDEF: Kami Tolak Impor

  • Bagikan
Sumber foto: gesuri.id

Mediatani – Belakangan ini, isu tentang rencana pemerintah untuk mengimpor beras menjadi perbincangan dimasyarakat. Bahkan, Pemerintah sudah mengalokasikan jumlah beras yang diimpor yaitu sebesar satu juta ton ke Bulog. Alokasi tersebut dibagi menjadi dua jadi masing – masing lima ratus ribu ton sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan lima ratus ribu ton lainnya akan digunakan berdasarkan kebutuhan dari Bulog.

Tetapi, rencana tersebut nyatanya tidak mendapat respon yang baik dari masyarakat khususnya dari para petani. Anwar (37), seorang petani di Kabupaten Cianjur, merasa terpukul terkait kebijakan yang diputuskan ketika para petani tengah menghadapi panen raya.

“Harusnya kan diserap bukannya diimpor,” ungkap Anwar, pada Jumat (05/03/2021).

Menanggapi hal tersebut, Awaluddin Iqbal selaku Sekretaris Perusahaan Perum Bulog menyampaikan bahwa selama ini peran Bulog hanya terfokus terhadap operator. Sedangkan mengenai kebijakan impor ada pada Kementerian.

Tetapi, sambung Awaludin, realisasi dari serapan beras pada panen raya yang saat ini sedang berlangsung hingga kini mencapai sebesar 41 ribu ton. Sedangkan ketersediaan stok yang ada mencapai 1 juta ton. Sementara target serapan dari Bulog tahun ini jumlahnya mencapai sebesar 1,45 juta ton.

Badan Pusat Statustik (BPS) sebelumnya telah merilis bahwa hasil produksi beras ditahun ini diperkirakan akan meningkat tinggi yaitu sebesar 4,86 juta hektare atau mengalamain kenaikan sebesar 26,56 persen dibanding tahun lalu. Kenaikan terjadi sebab panen raya di awal tahun, khususnya di beberapa daerah yang terus menunjukan hasil positif.

Sebagai informasi tambahan, bersumber dari laporan per tanggal 3 Maret 2021 total stok beras Bulog telah mencapai 870.421 ton. Dari angka ini terlihat rata-rata harga gabah kering panen di tingkat petani pertanggal 4 Maret 2021 mencapai Rp 4.464 per Kg atau turun 0,29 persen dari hari sebelumnya. Sedangkan harga gabah kering giling mengalami kenaikan sebesar 0,96 persen atau Rp 5,479.

Merespon hal tersebut, Ahmad Tauhid selaku Direktur Eksekutif Indef menyayangkan kebijakan impor beras 1 juta ton yang sudah dialokasikan melalui perum Bulog. Menurutnya, kebijakan itu lambat laun akan menghancurkan kondisi harga di tingkat petani yang kini sedang berjuang meningkatkan produksi. Apalagi awal tahun ini Indonesia akan menghadapi musim panen tahunan yang berlangsung pada pertengahan Maret mendatang.

Tauhid juga menerangkan, jika mengacu terhadap kebutuhan di tahun 2020, maka ditahun 2021 kebutuhan akan beras nasional diperkirakan mencapai 31-32 juta ton dengan produksi dalam negeri sebesar 30 juta ton. Nilai ini masih harus ditambah dengan sisa stok beras di bulan Desember 2020 yang mencapai hingga enam juta ton. Dengan hitungan tersebut, ketersediaan beras nasional diperkirakan mencapai 36 juta ton, sehingga masih ada kelebihan beras sekitar 4-5 juta ton. Kecuali jika ditahun 2021 ini kita mengalami gagal panen yang luar biasa.

Oleh sebab itu, Tauhid berharap agar pemerintah, dalam hal ini Perum Bulog agar melakukan pembelian padi secara besar-besaran kepada petani lokal, sehingga kedaulatan pangan nasional.

“Apalagi Pak Presiden menghimbau agar kita harus mengutamakan produk lokal dalam negeri,” katanya.

Senada dengan Tauhid, Zul Herman selaku Wakil Sekjen Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional menyayangkan kebijakan impor yang dilakukan. Zul menyampaikan bahwa kebijakan ini sudah membuat heboh para petani yang tengah berjuang dalam menegakan kedaulatan pangan dalam negeri.

“Mengapa harus impor? bulan maret ini kan ada panen raya. Sepertinya Kemendag dan Bulog tidak memperhatikan data pertanian ini. Jadi menurut hemat saya agar Bulog mampu menyerap hasil panen petani terlebih dahulu sebelum mengeluarkan permohonan impor beras,” tutupnya.

  • Bagikan