Mediatani – Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono memberikan pujian atas keberhasilan pengembangan kebun pembibitan mangrove yang dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengelola Ekowisata Mangrove Bagek Kembar, Desa Cendi Manik, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dilansir dari Antara News – “Pembibitan mangrove yang dilakukan di sini sangat bagus untuk kemudian bisa kita kembangkan lagi,” kata Menteri Trenggono, ketika berkunjung ke pembibitan mangrove Bagek Kembar, Desa Cendi Manik, Sekotong, Lombok Barat, Rabu (24/3/2021).
Ia mengaku akan memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan pembibitan mangrove Bagek Kembar sebagai bentuk dukungan dalam upaya rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang rusak.
Hal ini dirasa penting mengingat mangrove memiliki manfaat yang dalam menyerap karbon yang banyak.
Mentri Trenggono melanjutkan, bahwa penanaman bibit mangrove seluas 56 hektare di Pulau Lombok nantinya harus dilakukan sebelum lebaran. Ini merupakan salah satu penyuplai bibit dari pembibitan mangrove.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf mengatakan bahwa pengembangan kebun pembibitan mangrove merupakan pelaksanaan amanat presiden mengingat hutan mangrove banyak yang rusak sehingga harus dilakukan rehabilitasi.
“Mangrove menyerap karbon empat kali lebih banyak dibandingkan hutan daratan sehingga kita harus bisa mengembalikan ekosistem mangrove yang rusak menjadi pulih kembali,” Ujar Yusuf.
Menurut dia, Bagek Kembar menjadi salah satu contoh pemberdayaan masyarakat pesisir dengan memanfaatkan potensi ekonomi dari tanaman yang tumbuh di perairan yang pasang surut tersebut.
Sejak tahun 2016 lalu, KKP melalui Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja NTB telah memberikan pendampingan kepada Kelompok Masyarakat Pengelola Ekowisata Mangrove Bagek Kembar.
Bagian yang dimanfaatkan dari mangrove bukan hanya kayunya saja, tapi juga dapat menghasilkan berbagai produk olahan, seperti kopi mangrove, tepung, sirup, kripik dan madu mangrove.
Selain itu, kawasan hutan mangrove juga bisa menjadi destinasi wisata edukasi dan menjadi lokasi penelitian sistem informasi geografis (GIS), serta menjadi tempat pengamatan berbagai jenis burung yang datang dari berbagai negara. Salah satunya di kawasan Ekowisata Mangrove Bagek Kembar.
“Kalau dari aspek KKP, kami akan lebih menyentuh ke ekosistem perairannya, yakni untuk pengembangan kepiting dan kerang kerangan,” katanya.
Hutan mangrove sendiri merupakan salah satu ekosistem hutan yang terdiri dari kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi.
Biasanya hutan ini didominasi oleh tumbuhan berkayu dan tumbuh di sepanjang garis pantai dan subtropis.
Keberadaan hutan mangrove memiliki beberapa fungsi untuk ekosistem, yaitu mencegah intrusi air laut (perembesan air ke laut ke daratan yang menyebabkan air tanah menjadi payau) dengan cara mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau.
Selain itu hutan mangrove juga dapat mencegah erosi dan abrasi pantai, berperan sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi hewan laut, sebagai pencegah dan penyaring alami (untuk pengurai limbah organik), dan sebagai pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir.