Mediatani – Petani di Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso Jawa Timur (Jatim) merasa ada kejanggalan dengan penjualan pupuk subsidi di kios yang terdapat di daerahnya.
Pasalnya, ketika sudah membeli pupuk, petani tidak diberi kwitansi sebagai bukti transaksi. Hal ini pun semakin meresahkan para petani setempat setelah sebelumnya disulitkan dengan harga pupuk yang melonjak.
Hal itu dialami oleh salah seorang petani berinisial NP. Ia mengaku membeli pupuk subsidi dengan harga yang mahal, yaitu melebih Harga Eceran Tertinggi (HET).
Petani yang juga merupakan warga Sumber Dumpyong itu juga mengaku untuk bisa membeli pupuk tersebut, ia harus menempuh jarak yang jauh karena letaknya di desa sebelah.
“Kami kalau membeli pupuk harus datang ke kios pupuk UD Sederhana yang letaknya di Desa Pakem Kecamatan Pakem. Di sana, harga pupuk subsidi dijual di atas HET,” ungkapnya seperti dilansir dari Suaraindonesia.co.id, Rabu (26/01/2022).
Dia mengaku, pupuk jenis urea yang dibelinya pada bulan Januari 2022 itu seharga Rp 130.000. Menurutnya, HET yang seharusnya diberlakukan adalah Rp 112.500.
Selain itu, ia juga mengaku tidak mendapat kwitansi dari kios setiap pembelian pupuk subsidi. Padahal, nota pembelian itu untuk membuktikan bahwa pupuk harus dijual sesuai HET.
“Saat beli juga ga ada kwitansi, itu setiap beli dari dulu memang gak dikasih,” tambahnya.
Selain jarak lokasinya yang jauh dari desanya, ia juga mengaku harus melewati jalan tanjakan yang cukup tinggi untuk sampai ke kios yang menjual pupuk bersubsidi. Hal itu terpaksa membuatnya harus mengangkutnya sedikit demi sedikit, karena sulit membawanya.
Ia juga mengaku masih awam atau tidak mengerti tentang aturan penjualan pupuk subsidi, terutama harga yang berlaku. Karena itu, saat datang ke kios tersebut, ia langsung membeli pupuk sesuai dengan harga yang disampaikan penjaga kios.
Dia juga tidak begitu memahami aturan HET yang menjelaskan harga setengah kwintal sebesar Rp 112.500. Begitu juga aturan yang menyebutkan bahwa petani mendapat jatah pupuk subsidi.
Setelah mengetahui soal HET itu, Ia baru sadar dan merasa rugi karena pupuk yang dibelinya di kios selama ini ternyata lebih mahal. Bahkan ketika sudah datang jauh-jauh, ia seringkali tidak mendapat pupuk subsidi.
“Padahal, kondisi ekonomi warga sudah susah di tengah pandemi Covid-19, namun masih dipermainkan di tengah ketidakberdayaan,” keluhnya.
Petani lain berinisial H juga menyampaikan hal yang sama. Selama tahun 2021, ia mengaku hanya membeli pupuk 1 kwintal dengan harga Rp 300.000. Ia pun tidak mendapat kwitansi dari kios.
Dia juga tidak diberi informasi mengenai berapa harga eceran tertinggi (HET). Dirinya merasa dibodohi dengan harga pupuk subsidi yang menjadi hak para petani tersebut.
Atas kejadian ini, dia berharap aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan untuk menangani kasus ini. Sebab bila terus dibiarkan, maka petani kecil akan terus dirugikan.