Kementan Tegaskan Stok Daging Sapi & Kerbau Cukup Hingga Lebaran 2021

  • Bagikan
ilustrasi daging sapi/wartakota/ist

Mediatani – Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menegaskan bahwa stok atau persediaan daging sapi dan kerbau masih aman dan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Bahkan dikatakan cukup hingga lebaran 2021.

Dikutip, Kamis, (21/1/2021),  dari situs berita Antaranews.com, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah mengatakan potensi produksi daging sapi dan kerbau dalam negeri pada bulan Januari ini sebanyak 28.790 ton.

Untuk kebutuhan konsumsi, diperkirakan sebanyak 56.720 ton. Kondisi defisit ini pun akan dipenuhi dari stok daging sapi dan kerbau impor dan sapi bakalan.

Ia mengungkap, jumlah stok daging sapi dan kerbau impor per 14 Januari ada berkisar sekitar 21.980 ton.

Rinciannya terbagi di BUMN sebanyak 15.160 ton dan di para pelaku usaha atau asosiasi sebanyak 6.830 ribu ton. Sementara itu, juga jumlah stok sapi bakalan di kandang per 14 Januari diperkirakan sebanyak 144.279 ekor atau setara daging 32.330 ton.

Ditambah, pada bulan Februari 2021 nanti direncanakan akan dimulainya pengapalan sapi dari sumber negara lainnya yaitu Meksiko untuk menambah stok sapi bakalan di Indonesia.

Selama ini, hanya Australia yang menjadi sumber sapi bakalan yang masuk ke Indonesia.

“Perihal masalah harga, tetap merupakan kewenangan dari Kemendag. Infonya Kemendag telah melakukan komunikasi dengan para feedloter. Kami pun sudah mengecek ketersediaan stok di lapangan dan relatif cukup aman sampai dengan kebutuhan lebaran 2021,” kata Nasrullah.

Sementara itu, masih dikutip dari situ yang sama, Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa menuturkan, pada tahun ini, kebutuhan daging sapi dan kerbau diperkirakan akan meningkat menjadi 696.956 ton. Di samping itu, produksi dalam negeri di pada 2021 diperkirakan meningkat dari tahun 2020 yakni sebesar 425.978 ton.

Selain produksi di dalam negeri, masih pula terdapat “carry over” daging sapi/kerbau impor dan sapi bakalan setara daging dari tahun 2020 sebesar 47.836 ton sehingga total produksi/stok dalam negeri tahun 2021 sebesar 473.814 ton. Itu berarti masih ada defisit daging sapi sebanyak 223.142 ton.

“Untuk memenuhi kekurangan daging itu, pemerintah bakal melakukan impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brasil dan daging kerbau India dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton,” kata Fadjar dalam keterangan di Jakarta, Kamis, dikutip dari antaranews.com.

Fadjar juga menyebut bahwa stok daging pada akhir tahun 2021 diperkirakan sebesar 58.725 ton. Dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pada bulan Januari 2022. Selain itu, pada 2021 ini juga diperkirakan akan terjadi penurunan impor setara daging sebesar 13,01 persen dibandingkan dengan impor tahun 2020.

“Kita berharap tren penurunan impor ini terus berlanjut sejalan dengan meningkatnya produksi daging dalam negeri,” kata dia.

Sebelumnya, seperti yang diberitakan Mediatani.co, para pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek  bersepakat melakukan mogok berjualan bersama selama waktu tiga hari. Lama waktu itu terhitung mulai Rabu (20/1/2021) hari ini, hingga pada hari Jumat (22/1/2021) mendatang.

Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta, Tb Mufti Bangkit mengatakan aksi mogok jualan dilakukan sebagai wujud protes atas melonjaknya harga daging sapi di rumah pemotongan hewan.

Mukti mengungkapkan harga per kilogram daging sapi yang belum dipisah antar tulang dan kulitnya berkisar Rp 95.000.

Harga itu pun dinilainya terlalu tinggi untuk kembali dijual di pasar.

“Ditambah biaya produksi, ekspedisi total sudah Rp 120.000-lah. Sementara, harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 120.000. Belum biaya karyawan, belum pelaku pemotong sendiri kan harus (memberi uang ) anak istri di rumah,” kata Mufti melalui telepon, Selasa (19/1/2021) dikutip dari Kompas.com, Rabu, (20/1/2021).

Menurutnya kenaikan harga daging sapi itu justru merugikan pedagang. Lantaran hal itu melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Dampaknya, masyarakat pun enggan untuk membeli daging sapi lagi.

“Kasihan masyarakat kalau kami naikan terlalu tinggi harganya. Tidak ada yang beli nanti,” tutur Mufti. (*)

  • Bagikan