Mediatani – Cacing sutera (Tubifex sp) yang selama ini digunakan sebagai salah satu pakan alami terus mengalami kenaikan permintaan dari waktu ke waktu. Pasalnya, cacing sutera ini sangat dibutuhkan pembudidaya untuk pertumbuhan ikan yang masih dalam fase pembenihan atau burayak.
Hal tersebut membuat harga pakan alami ini juga mengalami kenaikan dan menghambat pengembangan usaha budidaya ikan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Yogyakarta. Bahkan, kenaikan harga cacing sutera ini membuat usaha mereka stagnan atau tidak berkembang.
Dilansir dari Cendana News, (2/3), salah seorang pelaku usaha budidaya ikan hias koi, Suryanto, asal Dusun Carikan, Bumirejo, Lendah, Kulonprogo, menjelaskan bahwa dirinya membutuhkan cacing sutera karena organisme ini adalah pakan vital dalam usaha budidaya ikan, baik itu konsumsi atau ikan hias.
Pasalnya, cacing sutera adalah pakan hidup yang sangat dibutuhkan burayak atau anakan ikan hasil budidaya yang baru memiliki usia kurang dari 2 minggu. Pakan ini berguna untuk tumbuh dan berkembang ikan secara normal.
Cacing sutera yang juga biasa disebut cacing ini merupakan cacing yang hidup berkoloni dan masuk dalam kelas jenis Oligochaeta. Ukuran cacing yang berkisar 2–4 cm dapat ditemukan di perairan jernih dan kaya bahan organik. Cacing ini digunakan sebagai pakan burayak karena mengandung protein dengan kisaran 57-60 persen dan lemak antara 13-20 persen.
Selain itu, cacing sutera juga dietahui mengandung vitamin B12, mineral, asam amino serta asam lemak tak jenuh. Cacing ini dapat dengan mudah dicerna dalam tubuh ikan karena tanpa tulang kerangka serta sesuai dengan bukaan mulut larva.
“Burayak harus diberi makan pakan hidup seperti cacing sutra, karena butuh asupan protein tinggi. Terlebih pada usia itu ikan belum mau makan pelet. Sehingga mau tidak mau harus pakai cacing sutra,” ungkap Suryanto, Selasa (2/3/2021).
Sementara itu, lanjut Suryanto, harga cacing sutra saat ini di pasaran mengalami kenaikan dan menjadi sangat mahal. Untuk satu liternya, cacing sutra dihargai sampai Rp 40 ribu. Menurutnya, harga tersebut sangat memberatkan bagi setiap pembudidaya ikan.
Selain mahal, ketersediaan pakan hidup berupa cacing sutra ini juga telah menjadi persoalan yang berbeda. Karena jumlah pembudidaya cacing sutra yang ada saat ini masih sangat minim, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pembudidaya ikan yang ada.
Suryanto mengatakan, terutama di DIY, pembudidaya cacing sutra hampir dikatakan sudah tidak ada. Kalaupun ada yang menjualnya, itu hanya berasal dari tangkapan alam. Kebanyakan cacing sutra yang dipakai untuk pakan burayaknya berasal dari daerah Jawa Tengah seperti Magelang atau Boyolali.
“Itupun harus antre. Sehingga pembudidaya yang tidak punya langganan akan sulit mendapatkan,” ungkapnya.
Suryanto mengaku harga cacing sutera yang mahal serta stoknya minim tersebut membuat usaha budidaya ikan koi miliknya pun terpaksa harus dihentikannya berproduksi setiap musim tertentu. Seperti saat musim kemarau datang, keberadaan cacing sutra akan sulit ditemukan di pasaran.
“Ya jelas berpengaruh sekali. Kalau sedang sulit ya terpaksa produksi harus berhenti. Karena kalau dipaksakan (tidak diberi cacing sutra), persentase kematian burayak akan meningkat jauh lebih tinggi. Daripada rugi, biasanya kita stop produksi dulu,“ ujar Suryanto.
Suryanto menceritakan bahwa dirinya sebenarnya sudah pernah mencoba untuk membudidayakan cacing sutra secara mandiri untuk digunakan sebagai pakan hidup atau pakan alami burayak ikan koi miliknya. Namun upaya tersebut selalu gagal karena tingkat kesulitannya yang cukup tinggi.
“Dulu pernah coba budidayakan sendiri. Namun gagal. Karena harus memakai air mengalir. Sementara di sini tidak memungkinkan. Kalau sekadar agar bisa bertahan hidup bisa, tapi untuk bisa berkembang biak, masih belum berhasil,” ungkapnya.
Para pembudidaya ikan hanya bisa berharap agar pemerintah bisa berupaya dengan melakukan berbagai penelitian dan kajian-kajian lebih lanjut mengenai budi daya cacing sutra, beserta teknik-tekniknya. Kemudian mengajarkannya agar dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat terutama pembudidaya ikan yang ada di berbagai daerah.