Kenali Jenis Penyakit Cacing Pada Ternak dan Cara Pencegahannya

  • Bagikan
Pemberian obat cacing pada sapi (Foto: Istimewa)
Pemberian obat cacing pada sapi (Foto: Istimewa)

Mediatani – Hewan tenak seperti sapi, kambing, domba, babi maupun kerbau sangat rentan terinfeksi cacing. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan hewan ternak yang kotor, becek dan lembab.

Meski bukan ancaman yang serius dan mematikan, namun hal ini bisa menghambat pertumbuhan bobot badan dan secara ekonomis dapat merugikan peternak.

Cacing menyerang berbagai organ diantaranya mata, hati, paru-paru, ginjal, otot dan alat pencernaan. Di dalam tubuh hewan, cacing akan menyerap sebagian zat makanan dan nutrisi untuk pertumbuhan.

Jika infeksi sudah parah, organ tidak dapat berfungsi dengan baik dan metabolisme dalam tubuh menjadi kacau. Sehingga, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan komplikasi penyakit bahkan kematian.

Diketahui bahwa parasit cacing ada banyak macamnya, seperti cacing yang banyak terdapat pada lambung hewan ternak yaitu cacing Haemonchus sp.

Menurut para ahli yang meneliti cacing Haemonchus sp di Indonesia, jenis cacing ini adalah jenis parasit cacing yang paling banyak ditemukan dan perlu mendapat perhatian yang serius.

Parasit haemonchiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Haemonchus dalam lambung yang menghisap darah, juga suatu endoparasit atau yang menyerang dalam tubuh. Sehingga, cacing ini sangat bisa menurunkan produktivitas hewan ternak.

Selain itu, jenis cacing lainnya yang paling sering menyerang ternak sapi adalah cacing hati dan cacing pita. Ada berbagai gejala yang sering ditimbulkan oleh cacing gelang, cacing bungkul, bunostomum sp dan cacing lambung.

Pada umumnya, ciri-ciri ternak yang mengalami cacingan yaitu lesu, nafsu makan berkurang, tubuh kurus, bulu kusam dan berdiri serta mudah rontok, mata sayu, diare atau sembelit, telinga sapi tampak terkulai, bagian anus terlihat kotor akibat diare dan terkadang pada feses ditemukan cacing.

Salah satu kesalahan yang kerap dilakukan yaitu pola pemberian pakan di pagi hari, dimana ternak digembalakan di tanpa menunggu sinar matahari muncul. Saat itu, rumput yang masih basah mengandung telur atau larva cacing dimakan oleh sapi. Karena itu, sebaiknya pengembalaan sapi atau ternak lainnya dilakukan jam 11 siang.

Selain faktor lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi adalah suhu, kelembaban dan curah hujan. Kandang yang kotor karena jarang melakukan sanitasi menjadi pemicu terjadinya cacingan. Anakan dari sapi, kambing, domba, babi maupun kerbau akan lebih mudah terkena cacingan jika kandang dibiarkan kotor.

Dalam upaya pencegahannya, mediatani.co meyarankan pemberian obat cacing secara rutin, dimana program pemberian obat cacing dilakukan mulai anakan hingga dewasa yang diulang selama 3-4 bulan sekali.

Selain itu, selalu menjaga kebersihan kandang, hindari lembab dan becek pada kandang, pengembalaan jangan terlalu pagi dan untuk memutus siklus hidup cacing, hewan ternak dapat digembalakan secara bergilir.

Kualitas pakan juga menjadi faktor penentu kesehatan ternak. Selain itu, metode pemeliharaan tradisional seperti pemeliharaan dengan pengembalaan cenderung lebih beresiko terserang penyakit, jika dibandingkan dengan pemeliharaan secara modern yaitu dengan dikandangkan untuk program penggemukan.

Seperti yang dilasir dilaman maluku.litbang.pertanian.go.id, pengendalian cacing pada musim kemarau difokuskan dengan pemberian obat-obatan merek tertentu yang biasa dijual dipasaran.

Obat cacing ini dapat membunuh cacing segala umur, dengan pemberian 6 sampai 8 minggu setelah panen padi berakhir. Apabila obat yang diberikan hanya mampu membunuh cacing dewasa, pemberian obat dilakukan dua kali dalam setahun, yang diberikan sebelum datangnya musim hujan.

Pengendalian cacing selama musim kemarau juga merupakan kesempatan baik untuk penyimpanan jerami padi yang sudah dikeringkan. Hijauan yang difermentasi ini dapat diberikan sebagai pakan dan tidak berisiko menyebabkan infeksi cacing pada ternak ruminansia.

  • Bagikan