Ketua DPRD Sulbar Minta Penolakan Perkebunan Sawit di Bonehau Diselesaikan di Pemkab, Ini Alasannya

  • Bagikan

Mediatani – Ketua DPRD Sulawesi Barat (Sulbar), St Suraidah Suhardi, meminta agar masalah penolakan perkebunan kelapa sawit oleh masyarakat Kecamatan Bonehau, dapat dibicarakan pada tingkat kabupaten sebelum ke provinsi.

Dilansir dari Tribun Timur – Hal itu disampaikan oleh Suraidah ketika menerima pendemo dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Kalumpang Raya (Hipmakar), Senin (15/3/2021).

Para pendemo tidak menginginkan perusahaan perkebunan kelapa sawit masuk di kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju.

Suraidah menyampaikan bahwa hal ini harus dimediasi dulu di pemerintah kabupaten dan dituntaskan sebelum masalah ini naik ke tingkat provinsi.

Hal ini bukannya tanpa alasan, sebab upaya ini dilakukan sebagai bentuk sosialisasi dan keterbukaan sehingga Suraidah menawarkan agar masalah ini bisa dibicarakan terlebih dahulu di tingkat kabupaten.

Terlebih lagi, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Mamuju, H Rustan Mustafa meminta agar diberikan kesempatan untuk membicarakan di kabupaten, karena persoalan ini teknisnya di kabupaten.

“Jadi kita tunggu, seperti apa hasil komunikasi pemerintah kabupaten dan pemerintah desa serta masyarakat,” ucapnya.

Suraidah juga meminta, untuk mengundang DPRD Sulbar dalam hal ini Komisi II sebagai mitra Dinas Perkebunan saat dilakukan mediasi.

Tentunya Suraidah tidak ingin langsung memberikan kesimpulan, karena masalah tersebut harus dilihat terlebihdahulu dan juga harus dilihat dari sisi investasi untuk kesejahteraan masyarakat sendiri.

Sehingga dalam memutuskan tindakan, orang-orang yang mengambil peran harus duduk bersama terlebihdahulu dan melihat pihak mana yang menolak dan pihak mana yang menerima.

Diketahui, ada puluhan mahasiswa asal Bonehau yang melakukan unjuk rasa di DPRD Sulbar untuk menolak perkebunan kelapa sawit masuk di Desa Bonehau, Salutiwo dan Kinatang, Kecamatan Bonehau.

Para mahasiswa tersebut menolak dengan keras dengan alasan, bahwa kehadiran perkebunan kelapa sawit hanya akan merusak tanah Bonehau, tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, dan malah berpotensi untuk menimbulkan konflik sosial di masyarakat.

Dari data yang disampaikan oleh Hipmakar, perkebunan sawit yang rencananya akan dikelola Koperasi Dimensi Mandiri Tani Kabupaten Mamuju ini akan beroperasi dengan luas garapan di Desa Salutiwo seluas 1,496,000 Ha, dengan menerima jumlah pekebun sebanyak 749 atau 574 KK.

Selain itu, ada pula di Desa Kinatang dan Desa Bonehau dengan luas garapan 224,000 Ha dan menerima jumlah pekebun sebanyak 65 KK.

Mereka berpendapat, jika pemerintah ingin memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Bonahau, maka masih banyak program lain yang bisa dilakukan selain sawit, seperti kopi, kakao, jagung dan tanaman Nilam.

Mereka tidak ingin tanah mereka rusak seperti yang terjadi pada Mamuju Tengah dan Pasangkayu, yang tanahnya rusak disebabkan oleh akibat perkebunan kelapa sawit.

Perlu diketahui bahwa Bonehau adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mamuju yang berada di daerah ketinggian. Daerah ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Kalumpang.

Selama ini perkebunan kelapa sawit masih menjadi pro dan kontra di berbagai kalangan. Di satu sisi perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan masyarakat meningkatkan pendapatan devisa negara, serta memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri.

Namun di sisi lain perkebunan sawit dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan, seperti kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah industri yang tidak tepat.

Selain itu, terjadinya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor disinyalir karena luasnya lahan perkebunan sawit dalam suatu wilayah.

Banyak hutan yang dijadikan lahan perkebunan sawit, dan dengan tergantinya pohon menjadi kelapa sawit maka akan mempengaruhi sumber daya serap air.

Sehingga bila terjadi hujan yang lebat pohon kelapa sawit tidak bisa menyerap air dan membuat air itu menampung dan menyebabkan bencana banjir.

 

  • Bagikan