Mediatani – Pada 4 Januari 2021 kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah resmi menetapkan 20 jenis ikan bersirip (pisces) sebagai jenis ikan yang masuk dalam status perlindungan penuh. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi.
Sekjen KKP, Antam Novambar saat melakukan kunjungan kerja ke Stasiun PSDKP Pontianak, Jumat (5/3/2021) menyampaikan bahwa dari beberapa jenis ikan yang dilindungi tersebut ikan Belida Borneo dan ikan Balashark sudah sangat terancam keberadaannya di alam liar. Hal tersebut diketahui setelah diteliti oleh Balai Riset KKP,
“Kita sangat suka sekali dengan ikan belida, diekspor, dimasak, ternyata setelah diteliti balai riset kami, sangat sudah terganggu habitatnya,” Antam Novambar usai melakukan pelepasliaran ikan belida dan ikan balashark ke Sungai Kapuas di Kantor PSDKP Pontianak.
Oleh sebab itu, lanjut Antam, dikeluarkanlah Permen Nomor 1 tahun 2021 yang menegaskan bahwa ikan belida dan ikan balashark adalah ikan yang dilindungi. Sebab, kedua ikan tersebut merupakan ikan endemik Sungai Kapuas, khususnya Kalimantan Barat.
Antam berharap dengan ditetapkannya kedua jenis ikan ini sebagai jenis ikan dalam perlindungan penuh, masyarakat Kalbar sudah tidak lagi mengonsumsinya atau memperjual belikan ikan belida dan ikan balashark ini. Sebab, tingkat konsumsi masyarakat Kalbar terhadap ikan jenis belida cukup tinggi.
USebagai tahap awal, Antam menginstruksikan kepada seluruh jajaran dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk gencar melakukan sosialisasi terkait berbagai jenis ikan yang sudah masuk daftar satwa dilindungi.
Selain itu, ikan-ikan di dalam daftar tersebut juga akan mulai dibudidayakan untuk tetap melestarikan ikan-ikan yang jumlahnya sudah sangat minim di alam liarnya.
“Yang penting, kita sayang terhadap alam, kita harus ingat keberlangsungan, kita harus ingat anak cucu kita, jangan sampai nanti yang menikmati kita yang tua – tua ini, jangan sampai nanti kita hanya tau ikan belidak, ikan Balashark hanya dari patungnya,” pesannya.
Protes Kebijakan
Kebijakan tersebut ternyata tidak sepenuhnya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, masyarakat Kapuas Hulu yang selama ini menangkar ikan arwana menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan pemerintah pusat itu
Dilansir dari Tribun, seorang penangkar ikan arwana di Kapuas Hulu, Anwar Salim mengatakan pelarangan untuk menjual ikan arwana telah membunuh perekonomian masyarakat khususnya di Kapuas Hulu.
Anwar menuturkan bahwa wilayah Kabupaten Kapuas Hulu merupakan daerah yang memiliki pembudidaya ikan Arwana terbanyak. Menurutnya, dia dan beberapa warga lainnya memelihara ikan Arwana untuk menopang perekonomian keluarga.
“Kalau sudah dilarang, apa yang terjadi kehidupan masyarakat,” tegasnya.
Anwar berharap Presiden RI Joko Widodo agar segera merevisi aturan tentang perlindungan ikan arwana dan ikan belida. Apalagi, kata Anwar, Kapuas Hulu juga merupakan kabupaten memiliki kuliner khas kerupuk basah yang menggunakan bahan baku daging ikan belida.
Kekecewaan yang lain juga muncul dari seorang Nelayan di Kapuas Hulu, Bambang. Dia mengaku kecewa dengan aturan KKP yang melarang lagi mengambil ikan belida. Pasalnya, ikan belida tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dijadikan kerupuk basah.
“Itu sama juga memutuskan mata pencaharian masyakarat khususnya di Kapuas Hulu,” ungkapnya.
Menurutnya, apabila pemerintah tidak memberikan toleransi kepada masyarakat yang memelihara ikan arwana dan ikan belida, maka diyakinkan akan memicu keributan masyarakat dan pemerintah.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan sangat gusar dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi. Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi terlebih dahulu terkait pelarangan ikan tersebut.
“Suatu kebijakan jangan terus menerus sekonyong-konyong dadakan. Kasihan masyarakat, apalagi di tengah himpitan ekonomi akibat dampak pandemik yang berkepanjangan,” kata Daniel.
Menurutnya, sosialisasi terlebih dahulu harus dilakukan agar masyarakat Kapuas Hulu yang selama ini mencari nafkah dengan hasil olahan ikan-ikan seperti ikan Belida bisa melakukan transisi. Selain itu, lanjutnya, setiap kebijakan harus ada alternatif solusinya bagi masyarakat terdampak.
“Bagaimana nasib industri rumah tangga di Kalbar yang selama ini memproduksi kerupuk dan sejenisnya, bisa semakin miskin dan sulit hidup masyarakat bila seperti ini,” tambahnya.