Kisah Agus, Petani Garut yang Merantau ke Sulbar untuk Jual Bendera, Kini Hadapi Omzet Sepi

POLEWALI MANDAR, Mediatani |–Harapan mendapatkan keuntungan besar dari penjualan barang-barang perayaan kemerdekaan mendorong Agus, seorang petani asal Garut, Jawa Barat, untuk melakukan perjalanan ribuan kilometer ke Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Ia terpaksa meninggalkan keluarga dan lahan perkebunan yang menjadi sumber penghidupannya guna mencari “berkah 17-an” dengan berjualan bendera merah putih.

Namun, peluang usaha penjualan bendera keliling tahun ini tidak secerah tahun lalu. Sudah lebih dari seminggu Agus membuka lapak di tepi jalan Trans-Sulawesi, tetapi minat masyarakat untuk membeli bendera dan perlengkapan Agustusan masih tergolong rendah.

Seorang pria dari Babakan Serang, Desa Cibuk Kaler, Kabupaten Garut mengakui pendapatannya menurun secara signifikan. Padahal, puncak perayaan HUT Proklamasi 17 Agustus 2025 tinggal sepekan lagi.

Agus meninggalkan kampung halamannya pada tanggal 24 Juli dan mulai berdagang di Polewali Mandar sejak 27 Juli lalu.

Jika sebelumnya dia mampu menjual antara 30 hingga 50 lembar bendera setiap hari, kini dia hanya mampu menjual maksimal 5 lembar.

Sudah lebih dari seminggu tinggal di luar kampung dan meninggalkan kota asal. Jika dibandingkan tahun lalu, kali ini agak sepi. Dulu ketika memasuki bulan Agustus biasanya penjualan mencapai 50 lembar bendera, namun beberapa hari terakhir ini cukup sepi, dengan rata-rata hanya terjual 3 hingga 5 bendera per hari. Pembeli umumnya adalah masyarakat luas, keluh Agus saat diwawancarai pada Senin (4/8/2025).

Seperti pedagang musiman lainnya, Agus menawarkan berbagai macam pernak-pernik, mulai dari bendera Merah Putih, umbul-umbul dengan ukuran satu meter, hingga yang terbesar mencapai sembilan meter.

Harga yang disediakan berbeda-beda, tergantung pada jenis kain dan ukurannya.

Harga bendera standar biasanya berkisar Rp 30.000, sedangkan ukuran terbesar dapat mencapai kisaran Rp 120.000 hingga Rp 200.000 per buah.

Untuk Agus, keuntungan yang diperoleh dari hasil jualannya sangat sedikit karena harus dikurangi dengan biaya modal, sewa kamar indekos, kebutuhan makanan, serta pengeluaran operasional lainnya.

Sesuai rencana, ia akan tetap berdagang hingga 16 Agustus, lalu kembali ke kampung halamannya untuk merayakan hari kemerdekaan bersama keluarga.

Seorang pembeli bernama Haben mengungkapkan, ia selalu membeli bendera merah putih baru setiap tahun. Bendera yang dibelinya akan dipasang di depan rumahnya.

“Secara kebetulan benderanya sudah usang dan rusak, sehingga perayaan Agustus tahun ini diganti dengan bendera yang baru,” kata Haben.

Bagi dia, memasang bendera baru di depan rumah merupakan cara untuk meningkatkan semangat nasionalisme dan menghargai perjuangan para pahlawan.