Kisah Perjuangan Petani Buncis Kenya Pasarkan Hasil Panen Hingga ke Pasar Singapura

  • Bagikan
Ilustrasi: Petani Buncis Kenya di Desa Panjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tembus pasar Singapura dengan cara mandiri, mulai dari membentuk pasar, membangun jaringan, hingga proses packing dan pendistribusian

Mediatani – Gugun Gunawan (40) telah bertahun-tahun mengelola lahan seluas satu hektar di Desa Panjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, untuk ditanami kacang Perancis atau buncis Kenya.

Gugun menjelaskan sekilas tak ada yang bedanya antara buncis perancis dengan buncis lainnya yang dijual di pasaran. Ciri yang berbeda terletak pada ukuran pohon, di mana tinggi pohon buncis perancis ini hanya sekitar 50 cm.

“Belum ada yang tinggi sampai 1 meter. hasilnya juga disebut baby (bayi), kalau yang normal itu tinggi,” kata Gunawan dikutip dari Kompas.com, Minggu (4/7/2022).

Menurutnya, hal signifikan yang membedakan antar buncis Kenya atau kacang Perancis dengan buncis lokal, yaitu terletak pada rasa dan ketahanan buncis.

“Kemudian dari rasanya lebih renyah, kualitasnya tahan lama, kalau yang lokal itu mohon maaf selalu ada yang beda dan gak tahan lama,” ungkap Gunawan.

Gunawan menambahkan, proses perawatan buncis Kenya juga tak begitu sulit. Selain itu, proses panennya hanya memakan waktu sekitar 60 hari.

“Perawatan juga ringan. Harga juga alhamdulilah di atas rata-rata. Dari perawatan, itu cuma 5 kali di kasih obat, terus dikasih suplemen dan nutrisi 4 kali,” ungkapnya.

Gunawan menjelaskan, jika buncis lokal dapat dipanen dalam waktu 3 bulan, maka buncis Kenya bisa dipanen dua kali dalam waktu seminggu. Dalam sekali panen, untuk satu hektar lahan bisa mencapai satu atau dua kuintal, tergantung banyaknya penanaman.

Meski dia menggarap satu hektar lahan, yang ditanami buncis Kenya baru sekitar setengah hektar.

“Sekarang baru setengahnya, soalnya agak lumayan kalau panen. Sekarang yang mengerjakan 3 orang,” kata Gunawan.

Selain itu, tambah Gunawan, pupuk yang digunakan untuk perawatan buncis kenya atau kacang perancis bisa dengan pupuk organik.

“Kebetulan di sini juga organik, ada produk-produk yang organik, kebetulan juga kita berkreasi sendiri terkait pupuk organik,” ujarnya.

Gunawan mengungkapkan, sejauh ini, tantangan paling sulit dalam merawat buncis Kenya adalah kondisi cuaca. Bila terjadi hujan terus-menerus, bisa berpotensi gagal panen. Selain itu, hama juga cukup berpengaruh.

Gunawan mengakui saat ini buncis Kenya yang ditanamnya sudah menembus pasar Singapura. Namun, dia hanya bertugas menanam, sedangkan untuk proses packaging dilakukan oleh distributornya.

Untuk harganya, saat ini sudah mencapai Rp 30.000 per kg, naik dari sebelumnya Rp 25.000 per kg. Meski demikian, menurutnya harga tersebut tidak tentu. Meski harganya di atas buncis lokal, namun harga buncis Kenya pernah juga jatuh hingga di angka Rp 7.000 per kg.

“Kalau buncis Perancis ini stabilnya di harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000, itu udah stabil. Pernah di harga Rp 7.000,” tutur Gunawan.

Karena tidak stabilnya harga sayuran, dia dan petani lainnya mengeluh karena merasa kewalahan.

“Cape lah, kita kepanasan, kehujanan tapi gak ada perhatian dari Pemerintah, paling sederhana soal harga yang stabil saja,” keluh Gunawan.

Gugun berharap, dengan adanya buncis Kenya yang telah menembus pasar dunia, pemerintah bisa hadir membantu dia dan petani lainnya dengan bukti yang konkret.

“Ya harapannya pemerintah bisa hadir memperhatikan petani kecil, memberikan modal, jaringan diberikan, bukannya mengurusi petani yang sudah mapan,” pungkasnya.

  • Bagikan