Mediatani – Pandemi Covid-19 memaksa Fauzan harus balik ke kampung halamannya untuk beternak. Berbekal kecintaan dan hobi beternak, ia akhirnya berhasil memanfaatkan lahan milik orang tuanya untuk beternak kambing.
Fauzan Alfikri merupakan peternak milenial asal Parit Keladi, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Setiap hari Fauzan memanjakan anak dan indukan kambing di kandang peternakannya itu.
Langkah awal Fauzan menekuni usaha budidaya kambing itu dimulai pada 3 Mei 2021. Ia mengaku hanya membutuhkan satu tahun untuk bisa meraup omzet sekitar Rp 400 juta dari ternak kambing. Awalnya ia hanya memelihara 7 ekor kambing, dan kini terus bertambah menjadi lebih dari 60 ekor.
Di usia yang masih 23 tahun, alumni Fakultas Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sudah mampu mengelola peternakan kambingnya. Sebelumnya, selama kuliah Fauzan telah mendirikan peternakan dan juga perusahaan pabrik pakan di Bogor.
Sebelum beralih ke peternakan kambing, ia juga pernah beternak ulat Hongkong, hingga akhirnya beralih menjadi peternak kambing. Saat itu, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya untuk mengelola lahan milik orang tuanya.
“Pandemi membuat saya harus balik kampung dan ingin mengelola lahan orang tua yang ada di sini. Usaha bersama teman-teman di Bogor saya tinggalkan. Memulai kembali dari nol. Mulai meriset, mencari pemasok dan lain sebagainya,” ujarnya dikutip dari laman kalbar.antara.news.com, Rabu 13 Oktober 2021.
Alasan beternak kambing
Fauzan memilih menjalankan bisnis peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Kalimantan Barat. Karena itu, Fauzan fokus melakukan budidaya kambing hingga menghasilkan indukan pejantan yang berkualitas dan susu kambing.
Menurutnya, beternak kambing tidaklah membutuhkan modal besar. Kambing merupakan hewan ternak yang mudah untuk dipasarkan karena permintaannya yang masih sangat tinggi lantaran digunakan beberapa ritual keagamaan, seperti kebutuhan kambing saat hari raya Idul Adha.
Sementara, tren populasi kambing di daerah di Kalimantan Barat mengalami penurunan. Jumlah kambing yang didatangkan dari luar Pulau Jawa bisa mencapai ribuan bahkan belasan ribu ekor kambing.
Fauzan menganggap hal itu merupakan peluang untuk mengembangkan peternakan kambing di kampungnya. Dengan memanfaatkan peluang tersenbut, ia bisa memproduksi dengan 100 persen bahan baku lokal tanpa tergantung dengan daerah lain.
Seiring bertambahnya populasi ternak kambing miliknya, ia pun mulai melakukan penambahan kandang hingga mulai bekerja sama dengan Stakeholder lainnya.
Memanfaatkan pakan di sekitar
Fauzan mengaku pemberian pakan untuk ternak kambingnya tidaklah sulit. Ia memanfaatkan potensi yang ada disekitarnya untuk mendapatkan pakan. Seperti sisa industri sagu, dedak, pisang, kulit kopi dan lainnya. Bahan pakan tersebut kemudian diolah menjadi pakan fermentasi.
Fauzan mendapatkannya secara gratis dan selanjutnya hanya tinggal diolah menjadi pakan fermentasi. Karena sudah berpengalaman dan punya bekal sebagai pengusaha pakan, hal ini menjadi modal utamanya untuk memajukan peternak kambing miliknya.
“Karena pakan sangat berperan penting untuk ternak, sehingga tidak hanya mengolahnya saja. Namun sebelumnya, perlu diperhatikan komposisi nutrisinya. Pakan seperti hijauan rumput, dedak padi, limbah industri sagu dan lainnya akan diolah,”jelasnya.
Menurut Fauzan, membuat pakan fermentasi untuk hewan ternak sangat disarankan. Sebab, pada pakan fermentasi terdapat 90 persen sumber protein, serat, energi, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Hewan ternak mati mendadak
Salah satu tantangan yang dihadapi Fauzan yaitu ternak kambingnya sering mati mendadak, meski kecil sekali persentasenya. Menurutnya, kambing yang didatangkan dari jawa sering mengalami pneumonia atau yang dikenal radang paru-paru pada kambing, yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Selain itu, kambing lokal di daerah Kalimantan Barat biasa terkena kurap dan kembung, beberapa kambing juga bisa terkena katarak tapi tidak berlangsung lama.
Jika kambing mengalami perut kembung, faktor penyebabnya adalah pakan rumput atau hijauan. Karena saat musim hujan rumput yang masih muda masih melakukan proses respirasi dan rumput masih bernafas.
“Sehingga sebaiknya menghindari memberikan rumput atau hijauan dalam keadaan masih muda. Artinya masih bernafas rumputnya, dan itu langsung diberikan ke ternak, jadi belum selesai bernafas (rumput) dimakan sama ternak,” jelasnya.
Rumput tersebut, tambah Fauzan, bernafas di perut (ternak) dan akan menghasilkan gas yang lebih banyak. Nantinya akan menekan ke paru-paru dan jantung ternak dan sangat berpotensi mati jika lambat ditangani.
Fauzan berharap, peternakan yang dimilikinya itu kedepan bisa menjadi sentra pembibitan kambing perah se- Kalbar dan menjadi peternakan kambing terbesar dan terbaik, serta bisa lebih maju baik dari segi pola pikir terutama bagi seorang peternak.
“Target saya saat ini yakni ingin merangkul dan membentuk kelompok ternak. Sebab di kelompok ternak inilah masyarakat bisa berbagi bertukar pendapat. Seperti penanganan penyakit, jenis obat-obatan, dan pakan ternak. Serta membantu peternak lainnya dalam meningkatkan produksi susu atau membantu dalam proses penjualan atau pemasaran,” jelasnya.
Selain itu, kotoran kambing dan sampah dari kandangnya itu juga dijadikan sumber pendapatan, bahkan cukup untuk menggaji seorang karyawan.