Mediatani – Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memprediksi Korea Utara akan memasuki fase krisis pangan terparah. Berdasarkan laporan FAO, Pada hari Senin (5/7), hal tersebut akan terjadi pada bulan Agustus.
Dalam laporan FAO itu, disebutkan bahwa Korea Utara menghadapi kekurangan pangan sekitar 860.000 ton tahun ini. Hal tersebut akan membuat negara ini mengalami masa sulit pada bulan depan.
Kesulitan pangan ini tidak lepas dari sanksi internasional yang diterima Korea Utara selama bertahun-tahun akibat senjata nuklir dan program rudal balistiknya.
Banyak negara yang memberi sanksi dan membuat Korea Utara kesulitan melakukan kerja sama perdagangan, sehingga pasokan makanan untuk rakyatnya sendiri menjadi berkurang.
Dikutip dari Channel News Asia, FAO melaporkan bahwa Korea Utara diprediksi akan menghasilkan biji-bijian sebanyak 5,6 juta ton di tahun ini. Namun, jumlah tersebut masih kurang 1,1 juta ton dari jumlah yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan makan seluruh penduduk Korea Utara.
Dengan jumlah sebesar 205.000 ton impor yang secara resmi telah direncanakan, kemungkinan besar Korea Utara akan mengalami kekurangan pangan sekitar 860.000 ton.
“Jika kesenjangan ini tidak bisa ditutupi dengan impor komersial dan/atau bantuan pangan, rumah tangga (Korea Utara) dapat mengalami paceklik yang berat dari Agustus hingga Oktober,” ungkap FAO.
Selain itu, Pyongyang masih tetap menutup jalur perbatasannya sejak Januari tahun lalu sebagai upaya mencegah penularan Covid-19. Hal tersebut mengakibatkan melambatnya transaksi perdagangan dengan Beijing, yang merupakan mitra utamanya.
Korea Utara juga tidak lagi mendapat bantuan internasional. Namun, krisis yang parah ini paling utama disebabkan oleh pandemi Covid-19, serangkaian badai, serta banjir yang melanda.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un telah memperingatkan rakyatnya untuk bersiap menghadapi situasi terburuk akibat kondisi pangan yang saat ini semakin tegang.
Korea Utara diharapkan bisa menghindar dari bencana kelaparan nasional parah, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1990-an, yang telah menewaskan ratusan ribu orang.
Harga makanan tidak masuk akal
Sementara untuk saat ini, bahan makanan yang menjadi langka telah mengakibatkan kenaikan harga yang tidak masuk akal. Di ibu kota Pyongyang, warga disebut harus mengeluarkan uang hingga 50 poundsterling (Rp 1 juta) untuk memperoleh sekantong teh.
Dilansir dari The Sun Senin (5/7/2021), sementara satu kilogram pisang di Pyongyang juga melambung tinggi hingga mencapai mencapai 45 dollar AS atau Rp 648.900 (Kurs Rp 14.420 per dollar AS).
Selain pisang, harga jagung juga telah mengalami lonjakan drastis sejak pertengahan Februari, yaitu mencapai 3.137 won atau sekitar Rp 40.000 per kilogramnya.
Pecat puluhan pejabat
Kim Jong Un diberitakan telah memecat puluhan pejabatnya yang dianggap telah gagal dan menyebabkan krisis pangan. Dalam editorial yang dipublikasikan Rodong Sinmun, Pyongyang juga telah memperingatkan untuk memperkuat kesetiaan.
Peringatan itu dikeluarkan setelah Kim membersihkan puluhan pejabat negara. Selain karena masalah pandemi Covid-19, mereka dianggap tak becus menangani masalah pangan yang kian menipis.
Berdasarkan laporan dalam The Shozunilbo, para pejabat Korea Utara yang masih dianggap loyal akan lebih terlihat di tengah wabah. Editorial yang diterbitkan pekan lalu menyampaikan, mereka akan disebut sebagai “pecundang revolusi” jika gagal mempertahankan kedisplinan.
“Sementara kesalahan masih bisa dimaklumi, menyengsarakan rakyat, negara, dan partai adalah perbuatan tak terampuni,” sebut Rodong Sinmun.
Dalam pidato Kim Jong Un di pertemuan partai pekan lalu, ia memarahi para pejabat yang dianggap menjadi penyebab krisis ini. Bahkan salah satu pejabat yang disingkirkan merupakan anggota elite dewan politbiro, yang diantaranya adalah Kim.