Lumbung Ikan Nasional Dinilai Akan Singkirkan Nelayan Tradisional

  • Bagikan
Nelayan tradisional di Maluku Utara

Mediatani – Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang dibangun di Desa Waai, Kecamatan Salahatu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku ternyata tidak sepenuhnya diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.

Dilansir dari Mongabay, meskipun bisa menggenjot potensi perikanan, LIN juga dinilai berpotensi bisa menyingkirkan nelayan tradisional dan skala kecil.

Karena pada dasarnya, LIN tersebut dibangun untuk mengembangkan industri perikanan skala besar, sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 sebagai salah satu landasan pembangunan LIN di Maluku

Program LIN yang tengah diluncurkan Pemerintah Indonesia dan akan dibangun di Provinsi Maluku, dinilai hanya akan melegalisasi upaya untuk nelayan tradisional dan skala kecil yang selama ini mendominasi di provinsi tersebut tersingkir.

Penilaian tersebut datang dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang menyikapi penunjukkan Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah sebagai rencana lokasi pembangunan LIN di Maluku.

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menuturkan, program LIN yang dibangun di Maluku itu berpotensi memberi dampak kepada sebanyak 198.385 nelayan tradisional atau nelayan skala kecil di provinsi Maluku dan Maluku Utara.

Susan merincikan, sebanyak 163.441 nelayan tradisional dan skala kecil yang ada di Maluku dan 34.944 yang beroperasi di wilayah perairan Maluku Utara sedang dalam ancaman kehilangan mata pencaharian jika LIN terus dilanjutkan.

“Proyek LIN ini diperuntukkan untuk industrialisasi perikanan skala besar yang akan meminggirkan nelayan tradisional atau nelayan skala kecil. Kami menilai, proyek LIN akan menjadikan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil akan menjadi tamu di tanah dan lautnya sendiri,” jelas beberapa waktu lalu.

Dikatakan, proyek yang berfokus pada industri perikanan skala besar itu bertujuan untuk melayani investasi asing pada sektor perikanan di Indonesia. Investor yang diperkirakan akan masuk, diantaranya adalah dua negara raksasa perikanan, yakni Jepang dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Saat ini, kedua negara tersebut telah mendominasi sektor perikanan baik di dalam maupun di luar negeri. Bahkan, berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2020, sektor perikanan nasional telah didominasi investor asing hingga 70 persen di wilayah Maluku dan Papua.

Susan menjelaskan, anggapan bahwa LIN berfokus pada pengembangan industri perikanan skala besar diperjelas dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Kepmen tersebut menjelaskan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 714, 715, dan 718 masing-masing memiliki status yang berbeda.

Untuk WPNRI 714, status pemanfaatannya didominasi fully and over-exploited. Selain itu, dua komoditas yang ada di 714 saat ini berstatus moderate, empat komoditas fully-exploited, dan tiga komoditas over-exploited.

 

Sementara, untuk WPPNRI 715, saat ini status pemanfaatannya didominasi fully and over-exploited, dengan dua komoditasnya yang sudah berstatus moderate, empat komoditas fully-exploited, dan tiga komoditas over-exploited. Sedangkan, WPP-NRI 718, statusnya fully dan over-exploited.

“Dengan tujuh komoditas berstatus fully-exploited dan dua komoditas over-exploited,” terangnya.

Menurutnya, data dan fakta tersebut semakin memperjelas bahwa LIN adalah proyek perikanan skala besar yang bukan untuk nelayan tradisional atau nelayan skala kecil. Bahkan, diperkirakan eksploitasi sumberdaya perikanan di masa yang akan datang akan semakin sulit dikendalikan.

Program LIN dilaksanakan di Maluku, tambahnya, karena memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Dari ketiga WPPNRI wilayah perairan Maluku, terdapat potensi perikanan yang jumlahnya  mencapay sebesar 4 juta ton di Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Arafura.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa pembangunan LIN di Kabupaten Maluku Tengah akan memberi dampak positif yang besar. Utamanya, karena akan menggenjot seluruh potensi perikanan yang terdapat di Timur Indonesia.

Hal tersebut dinilainya dapat memicu dampak positif karena hadirnya pelabuhan terpadu di Desa Waai. Pada infrastruktur tersebut, sedikitnya akan terdapat 55 industri pengolahan ikan yang mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah tidak sedikit.

“Tujuan pembangunan pelabuhan terpadu ini memang untuk mengintegrasikan proses yang ada dari hulu dengan hilir,” ucap dia.

  • Bagikan