Mediatani – Pemilik peternakan ayam Tunas Organik Farm di Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, Azan Wahyudi (38) terpaksa harus menerima kenyataan bahwa penjualan ternaknya mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19.
Azan mengaku selama pandemi penjualannya menurun hingga 60 persen. Selain itu, harga ayam pun ikut merosot. Dari yang sebelumnya bisa dijual Rp 45.000 per kilogram, sekarang hanya Rp 38.000 kalau dijual ke tengkulak. Sedangkan jika langsung ke pasar, harganya bisa Rp 40.000 per kilogram.
Untungnya, omzet usaha ternaknya itu tidak mengalami penurunan yang drastis. Sebab, Azan menggunakan belatung atau maggot bsf (black soldier fly) sebagai pakan organik, sehingga mampu menghemat biaya produksi hingga 70 persen.
“Kalau omset kita masih bertahan karena pakannya maggot itu,” ungkap Azan dilansir dari Kompas, Senin (23/11/2020).
Awal mula gunakan pakan maggot
Di awal memulai beternak ayam, yaitu sekitar tahun 2018, Azan awalnya menggunakan pakan siap saji ke 400 ekor ayam yang dipeliharanya. Namun hasil penjualannya ternyata tidak sebanding dengan biaya pakan yang dibelinya dengan harga yang mahal.
Sejak saat itu Azan mulai mencari cara untuk menghemat biaya pakan itu. Setelah berkonsultasi dan belajar melalui Youtube, ia kemudian menemukan ide untuk menggunakan maggot bsf dan sampah organik sebagai pakan.
Bersama dengan Chandra, salah satu pekerjanya di peternakan ayam Tunas Organik Farm, ia mengolah sampah organik seperti buah-buahan dan sayuran yang terbuang. Sampah itu kemudian dihaluskan hingga seperti bubur lalu disimpan untuk difermentasikan selama satu hari.
Ketika baunya sudah seperti tape, pakan organik dijadikan makanan untuk maggot atau belatung. Setelah itu, belatung ditabur ke bawah kandang dan dibiarkan selama 15 hari. Selain untuk lebih memperbesar maggot, hal itu juga dilakukan untuk untuk mengurai kotoran dan meminimalisasi penyakit.
Belatung kemudian dimasukkan ke mesin giling lalu dicampur dengan dedak dan jagung hingga menjadi adonan. Adonan itulah yang diberikan untuk ayam dan ikan yang juga dipelihara oleh Azan. Selain menghemat biaya produksi, pakan dari maggot itu juga memiliki protein yang tinggi.
“Kita tidak tergantung lagi pada pakan dari pabrik. Bisa hemat. Ayam sangat lahap memakannya dan bebas bahan kimia karena kita menggunakan bahan organik semua. Ayam tanpa vaksin organik. Rasa dagingnya juga agak manis,” ungkap Azan.
Azan mengatakan bahwa saat ini di peternakannya itu memiliki 800 ayam indukan dan ia memprediksi jumlahnya akan terus bertambah karena penjualannya yang menurun akibat pandemi.
Normalnya, dalam satu minggu ia bisa menjual 300 ekor ayam. Namun sekarang hanya 90 ekor saja. Tidak terjualnya ayam itu membuat ukurannya bertambah besar, maka Azan memanfaatkannya kembali sebagai indukan.
Untuk mengurangi kerugiannya itu, Azan menjual belatung yang dibudidayakannya. Selain itu, ia juga menjual anak ayam berumur 10 hari atau day old chicken (DOC) yang biasanya digunakan sebagai bibit untuk ternak ayam ras potong.
“Sisanya ada juga yang beli dengan berat berbeda tapi ambilnya tidak banyak,” tuturnya.