Mediatani – Apa yang pertama kali terpikirkan saat mendengar kata pertanian? Pasti menyangkut dengan kegiatan berat, berurusan dengan tanah yang kotor, dan hanya orang desa yang melakukannya. Stereotipe terhadap pekerjaan di bidang pertanian inilah yang masih menutup mata orang-orang untuk ikut berkontribusi.
Padahal kita mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sumberdaya lahan yang luas. Ada potensi agraris dan maritim di negara kita. Pemanfaatan secara berkelanjutan tentu membutuhkan orang-orang yang masih berusia produktif.
Selama ini pekerjaan sebagai petani umumnya dilakukan oleh penduduk desa yang sudah lansia. Namun ada juga masyarakat kota yang bekerja sebagai petani. Fenomena ini disebut dengan urban agriculture, kegiatan bercocoktanam yang dilakukan di perkotaan.
Masyarakat semakin sadar akan pentingnya produk pangan yang ramah lingkungan, organik, dan murah. Oleh karena itu, tak sedikit ada yang berinisiatif untuk bertani di rumah.
Beberapa sistem yang dapat dilakukan di lingkungan perkotaan yang terkenal padat dan minim lahan adalah vertikultur, aeroponik, dan hidroponik. Bahkan bercocoktanam di pekarangan rumah juga dapat dilakukan.
Tak jarang petani kota ini menggunakan pupuk atau zat penambah tumbuh secara kimiawi dan membutuhkan modal yang besar. Padahal ada cara supaya kegiatan bertani kita serba mandiri, salah satunya dengan membuat pupuk organik dari limbah di sekitar kita seperti sisa sayuran dan buah-buahan.
Sering berbelanja ke pasar tradisional atau sekedar di tukang sayur pinggir jalan? Pastinya dalam mengolah bahan dapur akan ada sisa yang terbuang begitu saja. Sebut saja batang sayur bayam, kangkung, sisa dari sayur kubis, kulit jagung, daun dari buah stroberi, kulit jeruk, dan sebagainya. kita sering tidak sadar sering membuang limbah tersebut.
Padahal dengan kemauan tinggi kita bisa mengubahnya menjadi pupuk cair. Bagi yang bercocok tanam di rumah tentu ini sangat bermanfaat. Kalaupun tidak masih bisa diusahakan untuk skala besar lalu dijual ke pasaran.
Lalu bagaimana cara mengolah limbah tersebut hingga menjadi pupuk organik cair (POC)? Bahan apa saja yang diperlukan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjadi POC?
Persiapan
Pertama yang harus disiapkan adalah siapkan wadah composter berupa tong bekas atau ember bekas cat tembok beserta tutupnya. Wadah ini sudah dipasangkan sebuah kran di bagian bawah dan di dalamnya terpasang penyaring sekaligus berfungsi sebagai pemisah antara pupuk padat dan pupuk cair nantinya. Bahan-bahan yang disiapkan adalah gula merah (200 gram), sisa buah dan sayuran (1 kg), EM4 sebagai activator (5 ml), dan air tanah/air sumur (3 liter).
Meracik Bahan-bahan
Kedua, mulailah memotong sisa buah dan sayuran menjadi ukuran kecil agar mudah proses dekomposisi nantinya. Lalu larutkan gula merah dengan air dan campurkan dengan sisa buah dan sayuran tersebut.
Jika mempunyai EM4 dapat menuangkan cairan EM4 dan aduk hingga merata. Namun larutan gula merah pun sudah dianggap cukup.
Effective Microorganisms-4 atau EM4 adalah larutan berwarna coklat yang mengandung kumpulan mikroorganisme baik untuk persediaan unsur hara. Mikroorganisme yang terkandung di dalamnya antara lain bakteri Lactobacillus, Actinomycetes, dan bakteri pelarut fosfat (phosphate solubilizing bacteria).
Fermentasi
Ketiga adalah menutup rapat wadah tadi dan simpan di tempat yang sejuk. Jika terpapar langsung dengan sinar matahari akan membuat mikrob tersebut mati. Proses dekomposisi biasanya memakan waktu hingga 10 hari.
Setiap harinya cukup membuka tutupnya satu kali saja dengan tujuan mengeluarkan gas yang terbentuk akibat perombakan bahan organik. Bagian dasar dapat diaduk hingga berpindah ke atas sehingga mencegah terjadinya pembusukan. Tanda bahwa pupuk sudah terdekomposisi dengan baik adalah aromanya tidak bau busuk.
Pupuk organik cair yang sudah siap digunakan bisa diambil dari membuka kran di bagian bawah tersebut. Pupuk berwujud padat bisa digunakan sebagai kompos untuk dicampurkan dengan tanah.
Bagaimana, mudah bukan membuatnya?
/Nurul iswari