Manfaatkan Lahan Terbatas, Petani Ini Patahkan Stigma ‘Bertani Butuh Lahan Luas’

  • Bagikan
Ilustrasi: Daliman saat memanen cabai dan jamur tiram di atap rumahnya

Mediatani – Daliman adalah salah satu warga Kampung Gemblakan Atas, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan. Di lokasi yang berada tidak jauh dari pusat Kota Yogyakarta, yakni Malioboro itu, Daliman mencoba menyalurkan hobinya untuk bercocok tanam.

Daliman membuktikan bahwa keterbatasan lahan bukanlah pengahalang untuk bisa melakukan kegiatan bertani. Di rumah dengan luas tanah 160 meter persegi milikinya, Daliman berhasil membudidayakan berbagai jenis tanaman, seperti tanaman tomat, cabai, terong, jamur tiram, bunga air mata pengantin, jambu, anggur dan berbagai tanaman lainnya.

Ia membudidaya berbagai jenis tanaman tersebut di lantai dua yang sengaja dibangunnya untuk bertani. Lantai dua tersebut dibuat dengan lantai cor dan atap terbuka.

Di sana, tanaman-tanaman tersebut ditanam dengan memanfaatkan botol bekas air mineral berukuran besar yang di dalamnya diisi tanah pupuk kompos dan sekam sebagai media tumbuh.

Untuk tanaman-tanaman yang berukuran besar, seperti jambu, Daliman menggunakan drum plastik berwarna biru sebagai media tanamnya.

Lantai dua rumahnya dibagi menjadi tiga bagian. Di bagian pertama, berisi tanaman cabai, terong, dan bunga air mata pengantin, di bagian tengah ditutup menggunakan semacam plastik berwarna hitam sebagai tempat budidaya jamur tiram, dan di bagian ketiga terdapat beberapa kandang burung.

Daliman mengaku, dia mulai menanam cabai sejak tujuh tahun lalu karena memiliki hobi menanam. Saat itu, harga cabai juga lagi tinggi-tingginya, sehingga ia mencoba menanam cabai sampai bisa menjualnya di warung milik saudaranya di desa.

“Kalau harganya lagi naik seperri sekarang lumayan, setengah kilogram bisa Rp 50.000,” katanya, pada Senin (20/06/2022).

Ia berharap, hobi yang dilakukannya dapat menjadi memotivasi bagi warga yang bertempat tinggal di desa untuk menanam cabai. Mengingat lahan yang ada di desa cenderung lebih luas jika dibandingkan dengan lahan yang ada di perkotaan.

Sukses menanam cabai, Daliman pun mencoba menanam berbagai macam jenis tanaman lain. Dengan melakukan praktik langsung, ia dapat memahami lebih dalam tentang pertanian.

Selain cabai, ia juga menanam bunga air mata pengantin, tanaman merambat dengan bunga berwarna merah muda yang merupakan makanan kesukaan bagi lebah. Saat ini dia sedang belajar menjadi petani madu lanceng.

“Belum banyak madunya, ada dua sarang di sini kemarin sudah mencicipi madu lanceng,” katanya.

Daliman juga mengaku pernah mengalami kegagalan dalam perjalanannya menekuni hobi menanam, yaitu saat dia mencoba menanam anggrek dan budidaya burung kicau jenis cucak rowo.

Karena hasil yang dia peroleh kurang maksimal, ia pun menjual burung tersebut dan lahan bekasnya dimanfaatkan untuk menanam jamur tiram.

Hingga saat ini, dia memiliki sekitar 3.000 baglog (media tanam jamur tiram) yang dibagi menjadi dua lokasi, di rumahnya di Danurejan dan di Bantul.

Daliman mengatakan, jamur tiram yang dia kembangkan saat ini sudah menunjukkan hasil. Setiap tiga hari sekali, ia menyuplai jamur tiram ke restoran di Bantul.

“Sekarang tiga hari sekali panen diambil restoran di Bantul. Kalau per kilogram saya jual Rp 15.000,” ungkap Daliman.

Pria yang berusia setengah abad ini telah mematahkan stigma bahwa bertani hanya bisa dilakukan di tanah yang luas. Dia membuktikan bahwa meskipun dengan lahan yang terbatas, kegiatan bertani masih dapat dilakukan dan bahkan menghasilkan cuan.

“Intinya itu harus fokus, telaten, dan benar-benar suka menanam. Tidak hanya menanam tanaman yang sedang booming, kalau enggak fokus dan telaten enggak bakal bisa,” pungkasnya.

  • Bagikan