Mediatani – Nama Mbah Sukidjo sudah tidak asing lagi di telinga para pegiat budidaya ikan gabus (Channa striata) di Yogyakarta maupun di berbagai daerah di Indonesia. Pria berumur 79 tahun ini bahkan dijuluki sebagai pelopor budidaya gabus di Indonesia
Sudah pemandangan yang biasa jika rumahnya yang berada di Dusun Jetis Depok, Sendangsari, Minggir, Sleman, ramai dikunjungi oleh berbagai tamu, baik itu sesama pembudidaya yang ingin membeli bibit atau mahasiswa yang sekedar ingin belajar. Mereka yang datang juga banyak yang berasal dari luar kota.
Pria yang akrab disapa Mbah Kidjo ini telah menekuni budidaya ikan sejak tahun 1970-an. Di awal dia memulai membudidayakan ikan, komoditas ikan yang pertama ditekuninya adalah lele lokal. Ia juga pernah membudidayakan berbagai jenis ikan hias dan yang cukup ditekuninya juga sebelum ikan gabus adalah ikan gurami.
Dilansir dari Kumparan, Rabu (20/1), Mbah Kidjo mengaku baru beranjak ke ikan gabus pada tahun 2005. Saat itu, ia tidak sengaja menemukan indukan gabus yang telah memakan anakan gurami yang dipeliharanya di kolam. Saat ditemukan, ikan gabus itu bahkan telah bertelur dan memiliki banyak anakan.
Ikan gabus tersebut kemudian dipindahkannya ke kolam lain. Mengetahui berbagai khasiat dari ikan gabus tersebut, Mbah Kidjo mulai mempelajari perilaku dan cara membudidayakan ikan predator tersebut. Menurutnya, ikan gabus ini biasa dimanfaatkan untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
“Lama itu saya pelajari, sampai dikira edan (gila). Enggak cuman sehari dua hari, bertahun-tahun saya mempelajari ikan gabus ini. Perilakunya, berkembang biaknya, semuanya,” ujarnya.
Mbah Kidjo mengakui harus mengalami kegagalan selama bertahun-tahun saat memulai membudidayakan ikan gabus tersebut. Sampai pada awal tahun 2010, Mbah Kidjo baru menemukan metode yang cocok untuk diterapkannya dalam membudidayakan ikan gabus.
“Jadi lima tahun itu bener-bener belajar, kalau kuliah sudah sarjana itu,” kelakarnya.
Permintaan yang tinggi
Sejak saat itulah, bisnis budidaya gabus yang ditekuni Mbah Kidjo terus mengalami peningkatan. Jika ditotal, kolam ikan yang dia miliki sekarang sudah seluas 1.700 meter, dengan produksi benih yang bisa mencapai 15 ribu benih setiap bulannya. Untuk benih berukuran 3 sampai 4 cm, ia biasanya menjualnya seharga seribu rupiah.
Namun, jumlah tersebut ternyata masih jauh dari jumlah pemesanan yang datang. Para pemesan benih pun harus mengantri karena kapasitas produksi yang terbatas. Mbah Kidjo bahkan pernah mendapat permintaan ikan gabus konsumsi hingga sebanyak dua kwintal per hari.
Menurut Mbah Kidjo, permintaan ikan gabus tersebut masih sangat tinggi karena banyak digunakan menjadi kapsul albumin. Sayangnya, sampai sekarang jumlah pembudidaya gabus sampai sekarang masih sangat sedikit. Atas dasar itulah, Mbah Kidjo terus aktif melakukan pendampingan dan mengedukasi siapapun yang tertarik untuk melakukan budidaya gabus.
Mbah Kidjo juga membentuk sebuah kelompok Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan (UPPI) yang beranggotakan hampir 100 orang. Kelompok usaha tersebut bertujuan untuk mewadahi seluruh pembudidaya di Indonesia yang ingin berdiskusi, baik masalah pembenihan, penyakit, dan hal lainnya yang berkaitan dengan ikan.
Mbah Kidjo juga kerap diundang sebagai pemateri di berbagai kampus untuk berbagi pengetahuan agar mahasiswa lebih termotivasi untuk menjadi pembudidaya.
Alhasil, pembudidaya gabus dari berbagai daerah pun kian bertambah. Mbah Kidjo turut senang akan hal tersebut, pasalnya selama ini kebutuhan gabus hanya mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga membuat populasi gabus di alam semakin berkurang.
“Kalau semakin banyak yang budidaya gabus kan enggak perlu nangkap di alam lagi, jadi yang di alam ya biarin hidup di alam saja,” ujarnya.
Perkembangan yang dialami bisnis budidaya ikan gabus Mbah Kidjo ini, membuatnya berpikir untuk menjadikan dusun Jetis Depok sebagai sentra kampung gabus, baik untuk kuliner, budidaya, maupun untuk produksi albumin. Ia bahkan berinisiasi untuk mengubah nama dusun Jetis Depok menjadi dusun Gabus.