Medatani – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM), Teten Masduki mengatakan, komunitas kopi milenial di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) perlu bersinergi dalam sebuah wadah koperasi.
Menkop Teten juga mendorong pemerintah daerah (Pemda) agar menetapkan kopi sebagai salah satu komoditas unggulan daerah, mengingat potensi kopi di wilayah itu memiliki kualitas sangat baik.
Menurutnya, melalui koperasi, pembiayaan dari perbankan dan lembaga pembiayaan lain akan lebih bisa masuk sehingga industri kopi di Sumbar dapat semakin berkembang bahkan hingga di kancah global.
”Salah satunya kopi arabika Solok Minang ini, sangat enak. Sumbar bisa jadi pemasok ke pasar internasional karena permintaan pasti selalu tinggi ke Indonesia. Terlebih, cupping score kopi solok di Padang ini bisa mencapai nilai 85 poin. Sudah pasti ini kopi enak,” ujar Teten dalam siaran pers, Sabtu (2/7/2022).
Kopi arabika Solok Rajo diusulkan untuk dijadikan komoditias unggulan Sumatera Barat dalam dialog dengan Komunitas Milenial Coffee Shop, asosiasi kopi, asosiasi susu, dan Koperasi Solok Rajo di kantor Gubernur Sumbar, Padang, pada beberapa hari lalu.
Dalam kesempatan tersebut juga turut hadir Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM Siti Azizah, Sekretaris Daerah (sekda) Provinsi Sumbar Hansastri, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumbar Nazwir, dan puluhan anak muda pelaku usaha kopi, serta komunitas kopi di Sumbar.
Dalam siaran pers tersebut, Teten menyarankan agar para petani kopi turut dilibatkan dalam rantai bisnis kopi. Termasuk dalam struktur kelembagaan koperasi agar mereka mudah memperoleh bantuan pembiayaan dalam pengembangan usaha.
Teten mengungkapkan, secara nasional, pemerintah telah menetapkan agar tanah-tanah perhutanan sosial yang dipinjamkan ke petani juga ditanami berbagai tanaman produktif, seperti sayur-mayur dan kopi.
Sebab menurut Teten, isu produksi kopi di Tanah Air saat ini terkait dengan produktivitas yang masih rendah. Produktivitas lahan tanaman kopi di Indonesia saat ini baru mencapai 500-700 kilogram per hektare.
“Sementara Brasil dan Vietnam jauh lebih dari itu. Nah, ini ada kaitannya dengan kualitas yang ditanam. Sebab, di Sumatera Barat ini belum luas lahan kopinya, jadi mudah-mudahan bisa terus diperluas,” terang Teten.
Sementara berbicara soal bisnisnya secara kelembagaan, kata teten, penting bagi petani kopi dan pelaku usaha coffee shop untuk bergabung dengan koperasi. Termasuk agar petani juga bergabung dalam rantai korporatisasi petani.
”Di Aceh sebagai contoh, kopi arabika Gayo sudah memenuhi permintaan kopi Starbucks tanpa lewat eksportir di Amerika dan Eropa, tetapi melalui Koperasi BQ Baburayyan. Ini contoh sukses yang bisa diadopsi koperasi kopi lainnya,” ujar Teten.
Pada kesempatan yang sama, Siti Azizah menambahkan, pemerintah menyediakan layanan khusus melalui Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi dan UMKM yang ada di Sumbar untuk membantu para pelaku usaha coffee shop dan petani dalam mendirikan koperasi.
”Di sana para pelaku usaha bisa mendapatkan pendampingan dan bimbingan sampai koperasi berhasil didirikan. Juga akan dibantu dalam mengakses pembiayaan ke lembaga keuangan. Terkait redesain PLUT Koperasi dan UMKM, kami juga berharap bisa membantu terwujudnya koperasi modern,” kata Azizah.
Sementara itu, Hansastri mengatakan, kopi di Sumbar memang menjadi salah satu komoditas yang istimewa. Ini terlihat dari banyaknya warung kopi yang bermunculan di Sumbar, khususnya yang berada di Kota Padang.
Hansastri mengungkapkan, saat ini minum kopi sudah menjadi semacam gaya hidup, terutama di kalangan para generasi muda.
Dia menambahkan, produksi kopi di Sumbar saat ini sebanyak 2.775 ton untuk kopi robusta dengan luas lahan sekitar 18.000 hektare. Sementara untuk tahun 2021, total produksi sebanyak 11.278 ton.
”Produksi ini mampu memenuhi kebutuhan lokal dan nasional, serta ekspor perusahaan kopi. Namun, memang kebanyakan dalam bentuk perorangan,” ungkap Hansastri.
Hansastri mengaku sangat mendukung upaya pengembangan industri kopi melalui koperasi. Pemprov Sumbar juga telah mengusulkan ke Kementerian Koperasi dan UKM terkait koperasi potensial yang siap diakselerasi agar bisa menjadi koperasi modern melalui kemitraan. Khususnya untuk produk ekspor, pendekatan adopsi teknologi informasi digital bisa diterapkan ke koperasi.