Mediatani – Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan tangkap pada tahun 2020 mencapai Rp600,4 miliar atau 66,69 persen dari target tahunan Rp900,3 miliar.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, nilai tersebut tidak sebanding dengan estimasi tangkapan ikan yang sebesar 7,70 juta ton. Maka dari itu, Menteri Trenggono meminta jajarannya untuk mengkaji ulang potensi PNPB sektor perikanan karena pasalnya tidak sesuai dengan potensi yang ada.
Dengan mengkaji ulang formulasi PNBP tersebut, Trenggono berharap pendekatan PNBP yang selama ini dilakukan seperti di bidang perikanan tangkap dari izin menjadi pungutan hasil perikanan (PHP) sehingga dapat dimaksimalkan sebagai pemasukan negara.
“Misalnya nilai pada tahun 2021 seluruh perizinan bebas biaya tapi produksi penangkapannya ada yang masuk ke negara. Saya ingin benefit- nya bukan dari perizinan tapi PNBP. Produksi 7,70 juta ton (2020) itu berapa rupiah? Dihitung, tidak masalah masuk ke pusat atau daerah, dipecah yang nasional berapa daerah berapa,” kata Trenggono dilansir dari Investor, Senin, (4/1/2020).
Selain Ditjen Perikanan Tangkap, Menteri Trenggono juga menginstruksikan Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP untuk melakukan penghitungan ulang PNBP. Trenggono meminta agar perputaran uang di tiap wilayah yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL didata secara detail oleh jajarannya.
“Coba dievaluasi soal PNBP, jangan dari izin,” katanya.
Pada peridoe 1 Januari-29 Desember 2020, PNPB dari PRL hanya menghasilkan Rp 9,40 miliar. Karena itu, menurut Trenggono, harus ada kriteria yang ditetapkan dalam bisnis prosesnya.
“Secara penjagaan lingkungan, ada di kita atau kita yang nasional saja. Kedua kawasan itu bisnisnya apa dan nilainya berapa?” tanya Trenggono ke jajaran pimpinan Ditjen PRL.
Dengan memaksimalkan PNBP, diharapkan masyarakat dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan infrastruktur, penyediaan sarana prasarana, dan fasilitas yang sesuai untuk nelayan.
Trenggono juga berharap UPT dapat menjadi trigger ekonomi. Dimana setiap melakukan langkah pekerjaan yang sifatnya kebijakan, harus ada return yang dapat diperoleh.
Jika hal tersebut dapat dilakukan, UPT bisa menjadi etalase yang memiliki visi pengamanan ekosistem dan pengelolaan ruang ekonomi, pengamanan dilakukan melalui regulasi yang dihasilkan oleh KKP.
Pencapaian PNBP sumber daya alam perikanan tangkap sendiri terus mengalami peningkatan, dimana pada PNBP 2020 bisa melampaui capaian 2019. PNBP perikanan tangkap yang diterima hingga 31 Desember 2020 tercatat telah mencapai Rp 600,40 miliar atau telah melampaui capaian total PNBP 2019 yang sebanyak Rp 521,37 miliar.
Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan, peningkatan PNBP itu terjadi seiring banyaknya permohonan izin perikanan tangkap yang masuk melalui sistem informasi izin layanan cepat (Silat) yang dibuat KKP sejak 2019.
Total saat ini ada sebanyak 8.438 dokumen perizinan usaha perikanan tangkap telah diterbitkan sejak diluncurkan pada 31 Desember 2019 lalu. Dokumen tersebut terdiri dari 2.499 surat izin usaha perikanan (SIUP), 5.516 surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan 423 surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).
Perizinan perikanan yang dilakukan dengan sistem cepat ini juga sejalan dengan terbitnya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dengan semangat percepatan dan efektivitas pengurusan izin.