Mediatani – Polemik minyak goreng yang langka dan beragamnya harga di pasaran belum juga reda sampai saat ini. Di Negara dengan perkebunan sawit yang sangat luas ini, justru menghadapi kelangkaan minyak goring di pasaran.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan Program minyak murah, namun malah memunculkan masalah kelangkaan minyak goring yang begitu rumit. Padahal subsidi yang dikeluarkan pemerintah tidak sedikit, mencapai Rp 3,6 triliun.
Belakangan ini, di berbagai daerah masyarakat justru mengeluh karena kesusahan mendapatkan bahan pangan yang sering digunakan tersebut. Di pasar modern misalnya, rak-rak yang biasanya jadi etalase produk minyak goreng, kini lebih sering terlihat kosong.
Belum juga selesai persoalan itu, kini masyarakat tengah dihantui lonjakan harga kedelai. Harga komoditi bahan baku pangan sejuta umat, tahu dan tempe itu terpantau meroket belakangan ini.
Diberitakan kompas.com (19/2/2022), Para perajin tahu dan tempe di pulau Jawa kompak akan mogok produksi. Aksi tersebut rencananya akan dilakukan selama 3 hari, dari tanggal 21 sampai 23 Februari 2022 mendatang.
Kementerian perdagangan merilis data yang melaporkan harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022, mencapai 15,77 dollar AS per bushel atau berkisar di Rp 11.240 per kilogram.
Masyarakat pun kini mengalami kondisi ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Bagaimana Nasib Perajin Keripik Tempe?
Apa jadinya ketika bahan baku dari sebuah produk yang diusahakan melonjak dan mulai langka? Pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga pula” sepertinya betul-betul pas dengan yang dialami perajin keripik tempe. Setelah minyak goreng yang jadi langka, kini harga kedelai dan tempe pun ikut meroket.
Seperti yang kini dirasakan Fitri, seorang perajin keripik tempe di Kota Bandarlampung, provinsi Lampung. Kenaikan harga kedelai seolah memukul usaha yang dikelolanya.
Fitri yang telah memulai usaha kripik tempe sejak 2011 silam itu bercerita bahwa saat ini biaya produksi kripik tempe semakin berat. Pasalnya, selama dua bulan terakhir produksi keripik tempenya seolah diterpa badai yang tak kunjung reda akibat kendala bahan baku.
“Harusnya seminggu itu, cuma libur minggu doang atau sehari libur, ini disiasatinya libur bisa 3-4 hari. Yah, karena kelangkaan minyak ditambah kacang kedelai naik pula. Harga kacang kedelai sekarang sekarung hampir Rp. 600ribu kalau per kilo itu hampir Rp. 13ribu lebih lah,” ungkap Fitri Aryani saat sebagaimana dilansir saibumi.com pada Sabtu (19/2/2022).
Kelangkaan minyak goreng pada beberapa minggu belakangan ini telah menekan produktifitasnya, kini mimpi buruk pun berlanjut dengan naiknya harga tempe di pasaran.
“Iya bener ketimpa tangga kalau kata peribahasa mah. Kalau minyak itu kita dapet 2 liter itu, kadang harga 40-45ribu. Udah itu cari minyak kesulitan sampe muter-muter nyari minyak. Terus kedelai mahal, cocok kan,” jelasnya
Fitri menuturkan, usaha kripik tempe miliknya yang berlokasi di Kedamaian, Kota Bandarlampung itu sudah tidak memproduksi keripik tempe sejak tiga hari lalu.
“Iya, 3 harian kita enggak produksi. Iyah rugi juga, belum lagi karyawan kan terpaksa enggak kerja. Kasian juga kan. Dalam satu hari kita produksi tempe kadang 22kg sekarang langka minyak paling banyak 11kg,” tuturnya.
Di tengah badai persoalan minyak goreng dan tempe ini, Fitri pun berharap agar pemerintah segera bisa hadir mengatasi masalah.
“Harapan kita untuk pemerintah yah jangan dipersulit kaya gini lah, cepat diatasi masalah ini. Saya juga ibu rumah tangga, susah nyari minyak ini,” ungkap Fitri Aryani.