P2L, Solusi Ibu-ibu di Lembang Ciptakan Sumber Pangan di Lahan Sempit

  • Bagikan
Ratna Juliyanti, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Binama, (YouTube Kementerian Pertanian).

Mediatani – Kelompok Wanita Tani (KWT) Binama Desa Cibodas, Lembang, Jawa Barat tidak menjadikan lahan sempit sebagai halangan untuk mewujudkan kemandirian pangan di wilayahnya.

Lewat program Perkarangan Pangan Lestari (P2L) Ratna Junianti bersama Ibu – ibu disekitar wilayahnya berhasil menciptakan sumber pangan di tingkat rumah tangga hingga sumber pendapatan yang menjanjikan.

Dengan memanfaatkan pekarangan rumah, KWT Binama dapat menghasilkan berbagai komoditas pangan diantaranya selada keriting, lolorosa, romaine, horenso dan pakcoy. Tidak hanya itu, kelompok ini juga menanam buah-buahan seperti jeruk, jambu, dan pepaya.

“Keuntungan dari P2L itu sendiri yang pertama jelas terbantu di bidang ekonomi. Selain bisa dimakan sendiri, kita gak jauh-jauh mendapatkan sayuran yang sehat dan beragam,” kata Ratna Juliyanti, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Binama, dikutip dari YouTube Kementerian Pertanian.

Menurutnya, tujuan PPL itu sendiri untuk pemenuhan gizi keluarga. Dari tujuan itu mereka mengusahakan sayuran yang bergizi dan sehat berasal dari halaman mereka sendiri. Apalagi usaha ini sangat dibutuhkan masyarakat di tengah situasi pandemi covid-19 ini.

Awalnya mereka mendapat bantuan pembibitan untuk pekarangan. Namun, saat ini sudah ada yang membeli dari toko bibit dan ada juga yang membuat bibit sendiri.

Lahan yang dikelola awalnya cuma 84 meter. Setelah melakukan pengembangan, mereka mendapat penambahan lahan Demplot sampai 3 titik bagian. Salah satu lahan tersebut juga dibuatkan green house.

Tanaman yang dibudidayakan umumnya sejak tanam hingga panen, itu berumur satu bulan. Komoditi yang berumur satu bulan itu adalah lorosa, horenso, pakcoy, selada keriting dan buncis kenya.

“Itu setelah tanam, usianya satu bulan sudah bisa panen” terang Ratna.

Untuk P2L, kami memang mengusahakan semaksimal mungkin untuk menerapkan model pertanian organik. Namun untuk lahan kebun masih menggunakan pestisida tapi tidak terlalu banyak.

“Untuk lahan kebun, masih goes to organik (baru menuju ke organik),” lanjutnya.

Untuk pemasarannya, produk KWT Binama terbagi menjadi 3 bagian yaitu grade A, B dan C. Untuk grade A , dijual ke pasar modern meskipun tidak terlalu banyak. Untuk yang grade B, dijual ke pasar tradisional. Kemudian yang grade C, dijajakan ke penjual-penjual yang biasa menggunakan motor atau langsung dijual langsung oleh anggota kelompok.

“Disini juga ada warung yang menjual seblak dan jus. Kami juga menjual yang grade C kepada mereka,” pungkasnya.

Ratna menceritakan semua anggota kelompok pada mulanya adalah keluarga petani dan sering berkumpul. Sebelum pandemi, mereka sering berkumpul setiap hari senin untuk berdiskusi sambil menikmati rujak yang dibuat dari hasil kebun mereka.

“Istilahnya disini itu ‘palugada’. Kalo elu perlu ya gua ada,” katanya sambil tertawa.

Sementara itu, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bandung Barat, Iin Solihin mengatakan Perkarangan Pangan Lestari (P2L) merupakan program Kementerian Pertanian yang merupakan pengembangan dari program Pola Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Iin Solihin menjelaskan bahwa program P2L tersebut bertujuan untuk membina kelompok wanita tani agar dapat menyediakan pangan dari pekarangan mereka.

“Begitu buka pintu, buka jendela, sudah ada tersedia pangan baik itu sayuran atau yang lainnya,” ujarnya.

Menurutnya program ini akan sangat bermanfaat pada momen-momen seperti menjelang hari raya Idul Fitri, Natal atau hari besar Nasional, dimana pada saat itu harga beberapa komoditi seperti cabai harganya bisa mencapai Rp.100.000 per kilogramnya.

“Untuk KWT yang punya program PPL atau KRPL ini tidak jadi masalah. Bahkan, dia bisa menjualnya. Kemudian juga bisa mengurangi kebutuhan-kebutuhan yang biasanya harus dibeli di warung,” tuturnya.

Solihin menekankan bahwa betapa pentingnya pangan untuk kehidupan masyarakat baik lokal maupun juga dunia. Oleh karena itu, ia berharap agar masyarakat dapat sadar dengan menciptakan sendiri pangan mereka.

” Walaupun kita punya banyak mobil, tapi kita tidak bisa makan velg mobil. Tapi kita bisa makan makanan yang kita tanam yaitu sayuran, buah-buahan atau tanaman lainnya penghasil karbohidrat,”ucap Solihin.

 

  • Bagikan