Mediatani – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkap hasil menjanjikan dari komoditas yang sedang booming, porang. Menurut dia, dalam delapan bulan pertama, komoditas jenis umbi itu dapat menghasilkan Rp40 juta per hektare, delapan bulan kedua Rp80 juta, dan delapan bulan ketiga bisa sampai Rp200 juta.
Syahrul memang menjadikan porang sebagai contoh dalam arahan yang diberikannya untuk pemerintahan di daerah-daerah, Sabtu 19 Juni 2021, lalu.
Dia menuturkan, pemimpin daerah harus bisa merancang konsep pembangunan pertanian secara terukur dan tepat sasaran.
Ada tiga arahan pengembangan sektor pertanian yang disampaikannya yakni konsolidasi antarpemimpin daerah, merancang konsep tepat guna serta memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian, dan yang terakhir, mampu menghitung komoditas apa saja dalam memenuhi kebutuhan pasar ekspor.
“Seorang pimpinan daerah harus bisa menembus pasar internasional, dan bukan hanya menembus pasar nasional,” tuturnya.
Itu berarti, menurut Syahrul, seorang pemimpin daerah harus jeli dan pintar dalam menentukan produk pangan lokal yang memiliki potensi ekspor.
Contoh lain, selain porang yang disodorkannya ialah kunyit merah yang saat ini disebutnnya dibutuhkan masyarakat dunia.
Secara terpisah, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Kendari, Sulawesi Tenggara, N. Prayatno Ginting, mengatakan, kalau saat ini porang asal Indonesia berhasil menembus pasar Cina, Jepang, Taiwan dan Korea Selatan.
Tercatat pada 2019, volume ekspor porang sebanyak 11.721 ton dengan nilai Rp644 miliar, kemudian meningkat pada 2020 sebanyak 20.476 ton dengan nilai Rp924,3 miliar.
“Peluang pasarnya terbuka lebar, kami siap mengawal porang dari Kabupaten Konawe Kepulauan masuk pasar global juga,” kata Ginting.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian Konawe Kepulauan Muhammad Tahrir mengungkapkan, ada 653 petani yang telah melakukan budidaya porang di wilayahnya.
Terbagi ke dalam 136 kelompok, total produksi mereka sejauh ini 50-60 ton sekali panen per kelompok. Seluruhnya, diakui masih sebatas dipasarkan ke pasar domestik, ke Surabaya.
“Dengan pembekalan teknis ekspor dari Karantina Pertanian Kendari semoga bisa ekspor dan petani Konkep bisa mendapat nilai tambah,” akunya.
Dari Sumatera Selatan, Ketua Asosiasi Petani Porang, Rabik, pula mengatakan kalau selama ini produk komoditas porang dari daerah ini masih sebatas tujuan Pulau Jawa. Distribusi berasal dari area produksi 100 hektare dengan jumlah petani sekitar 35 orang.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sudah menetapkan Kabupaten Banyuasin sebagai sentra budidaya tanaman porang. Daerah yang terkenal sebagai sentra padi itu dijadikan proyek percontohan pertanian umbi porang.
Seorang petani porang asal Lampung Selatan, Winner Silalahi, mengutarakan permintaan ekspor porang dalam bentuk chips memang belum sepenuhnya dapat terpenuhi.
Namun dia bilang, pula catatannya berupa biaya pembibitan yang masih mahal.
Pekerja melakukan aktivitas di pabrik pengolah porang PT Asia Prima Konjac di Desa Kuwu, Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis 17 Juni 2021.
Pabrik itu mampu mengolah 80 hingga 200 ton umbi porang basah perhari atau 24 ribu ton hingga 60 ribu ton per tahun menjadi 12 ton keripik dan dua ton tepung porang per hari atau 3.600 ton keripik dan 600 ton tepung porang per tahun.
Menurutnya, butuh kerja sama dengan perusahaan jika ingin mengejar kebutuhan ekspor tersebut. Ini karena, untuk bibit porang jenis katak, harganya saat ini dapat mencapai Rp250 ribu per kilogram dan mencapai Rp800 ribu untuk bibit yang berasal dari bunga.
“Dengan bekerja sama dengan perusahaan kita bisa lebih terbantu, karena tidak bingung harus menjual hasil panen,” katanya.
Pihaknya menambahkan saat ini, kontrak dengan perusahaan sudah dilakukan untuk menyerap panen porang milik petani yang ada di sejumlah kabupaten di Lampung dengan luasan mencapai 50 hektare per daerah. (*)