Mediatani – Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo mengungkapkan bahwa pemindangan ikan di Indonesia punya potensi ekonomi hingga Rp16,1 triliun per tahun.
“Potensi pemindangan ikan itu sekitar Rp16,1 triliun per tahun,” ungkap Budi dilansir dari Antara, Selasa (25/7).
Budi Sulistiyo berharap bahwa di masa depan, pemindangan ikan akan mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat konsumsi ikan oleh masyarakat, sambil tetap memperhatikan nilai gizi yang terkandung dari ikan tersebut.
Dia menganggap bahwa jika nilai gizi bisa mengalami peningkatan sebesar 5 persen setiap tahun, itu sudah merupakan pencapaian yang bagus.
Budi menekankan pentingnya menggunakan bahan baku pemindangan dari hasil tangkapan nelayan dalam negeri. Meskipun begitu, dia mengakui bahwa jika ada kebutuhan besar yang tidak dapat dipenuhi secara lokal, maka impor dapat dilakukan dengan porsi maksimal 20 persen dari total kebutuhan.
“Pemenuhan bahan baku nasional diutamakan dari hasil tangkapan nasional, namun apabila secara kontinyu lalu diperlukan kebutuhan (yang besar) baru ambil dari luar. Kalau dari pengolah dan semuanya, itu pemenuhan (impor ikan) hanya 20 persen dari kebutuhan mereka,” jelasnya.
Dalam siaran resmi yang diterima pada Senin (25/7), disebutkan bahwa ikan jenis salem yang digunakan sebagai bahan baku pemindangan diimpor dari China dan Chile, sedangkan produsen pemindangan di Indonesia banyak berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Untuk memastikan ketersediaan bahan baku pengolahan pemindangan dapat tercukupi, KKP mendorong skema kemitraan antara para pelaku usaha pemindangan dengan penyedia bahan baku ikan.
Menurutnya, pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk pemindangan ini tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan satu titik saja, melainkan memerlukan komunikasi yang baik antara penyedia bahan baku yang ada.
Ia menilai, pemindangan merupakan salah satu pahlawan ekonomi nasional. Dia memberikan contoh di Jawa Timur, di mana terdapat 1.098 pengolah pemindangan, dengan konsentrasi khusus di Tulungagung dan Trenggalek yang masing-masing memiliki 30 dan 39 unit pengolah pemindangan.
Pindang, sebagai produk olahan tradisional yang populer di kalangan masyarakat karena memiliki rasa yang lezat, daya tahan yang baik, kandungan protein yang melimpah, dan harganya yang cukup terjangkau di masyarakat, juga memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di sektor hilir perikanan.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang membahas Fasilitasi Kemitraan Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Baku Pemindangan di Tulungagung, Budi menyoroti pentingnya mematuhi persyaratan perijinan usaha, meningkatkan kualitas produk, dan menjaga kebersihan agar tetap kompetitif. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendorong perkembangan usaha ini.
Berny A. Subki, Direktur Logistik Ditjen PDS, menyatakan bahwa tujuan FGD tersebut adalah untuk mengoptimalkan peran pelaku usaha dalam pemenuhan bahan baku pemindangan melalui kemitraan dalam pengadaan dan penyimpanan ikan.
Kesepakatan bersama telah ditandatangani antara pelaku usaha perikanan besar (supplier) dengan distributor pemindang, serta antara distributor pemindang dengan kelompok pengolah pemindang, dengan tujuan untuk memperkuat rantai pasok dalam usaha pemindangan.