Peneliti Kakao: Produksi Kakao Indonesia Menurun Tiap Tahunnya

  • Bagikan
ILUSTRASI. Kakao dan cokelat/sumber: 123RF/IST

Mediatani – Bagi kalian yang merayakan hari Valentine pada Minggu (14/2/2021) lalu, pasti tidak lepas dari cokelat. Ya, Valentine identik dengan cokelat dan perayaan tahunan itu erat kaitannya dengan hadiah atau konsumsi cokelat.

Namun terlepas dari itu, Anda harus pula tahu bahwa bahan dasar cokelat itu sendiri ialah Kakao. Beberapa daerah di Indonesia ternyata merupakan produksi Kakao. Nah bagaimanakah produksi Kakao dalam negeri saat ini?

Dikutip pada Jumat (19/2/2021) dari situs berita kompas.com, seorang Peneliti Agribisnis Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Diany Faila Sophia Hartatri, menyebutkan bahwa produksi kakao Indonesia semakin menurun setiap tahunnya.

“Produksi kakao di Indonesia itu dari tahun ke tahun semakin menurun, padahal demand-nya baik dari pasar domestik maupun internasional semakin meningkat,” kata Diany saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/2/2021) yang disadur mediatani.co Jumat (19/2/2021).

Produksi per tahun lanjut dia menurut Data Kementerian Pertanian menyebutkan, pada 2019, kegiatan pengembangan kakao dialokasikan seluas 7.730 hektar melalui kegiatan peremajaan dan perluasan lahan kakao.

Dari luas tanah itu, Diany menjelaskan, versi produksi Ditjen Perkebunan bisa mencapai sekitar 600 ribu ton per tahunnya. Ia juga mengatakan, ada dua versi mengenai produksi kakao di Indonesia.

Versi lainnya ialah dari Organisasi Internasional Kakao (ICCO) hanya sekitar 200 ribu ton. Perbedaan angka itu, menurut Diany akibat pengambilan sampel data yang berbeda.

“Pendekatan datanya. ICCO mungkin pakai data di Kemendag, jadi jumlah datanya diekspor atau diperdagangkan. Kalau di Kementan itu data dari rakyat atau di daerah-daerah begitu,” jelasnya.

Wilayah penghasil kakao berikut ini merupakan sentra-sentra wilayah penghasil kakao terbesar di Indonesia, yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sumatera Barat.

Dari lima wilayah dengan penghasil Kakao terbanyak tersebut, produk kakao di Indonesia sebagian besar memiliki lemak dengan titik leleh yang tinggi.

“Jadi kalau dari hasil riset, lemak kakao Indonesia punya titik leleh yang lebih tinggi. Memang diperlukan untuk mencampur biji kakao dari negara lain,” kata Diany.

Kekurangannya dari sisi komersial adalah cita rasa dan aroma yang kalah dari produk lain. Diany menyebut hal itu karena kurangnya proses fermentasi.

“Meski dilihat dari cita rasanya yang komersial itu kita biasanya dikenal dengan kakao kualitas rendah, karena sebagian besar petani tidak melakukan fermentasi,” ujar Diany.

Hal itu disebabkan oleh pasar yang memang lebih banyak membeli kakao tanpa fermentasi. Petani kakao pun hanya diberi perbedaan harga per kilo pada kisaran Rp 2.000 sampai Rp 3.000 saja untuk kakao fermentasi. Sementara tambahan waktu fermentasi membutuhkan waktu 3-4 hari.

“Jadi dibandingkan dengan apa yang mereka dapat itu, selisihnya enggak sepadan gitu,” tambahnya.

Adapun untuk biji kakao kering ada pada kisaran harga Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per kilogram.

Produk olahan selain diolah menjadi coklat batangan, bubuk, serta produk makanan lainnya, kakao pula bisa diolah menjadi berbagai macam produk lain.

“Sudah berkembang, sudah sangat bervariasi untuk produk-produk kakao ini,” katanya.

Adapun lemak kakao juga dapat diolah menjadi produk berupa; Lipbalm Moisturizing Lulur Suplemen Sabun Bahan lain dari kakao, seperti pulp (lapisan pada biji) dan kulitnya, dapat diolah menjadi Sabun Nata de cocoa Pakan ternak. Produk-produk tersebut dikembangkan dan dipasarkan juga oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.

Kakao sendiri menjadi produk unggulan ekspor Indonesia, bahkan Indonesia menjadi tuan rumah konferensi kakao internasional pada 23-26 Mei 2021 mendatang.

Diany sangat menyayangkan dengan penurunan produksi kakao, padahal jumlah permintaan meningkat. Penurunan tersebut juga ditandai dengan posisi produksi Indonesia yang digeser oleh negara-negara lain.

“Lima atau empat tahun lalu kita masih di posisi 3, sekarang kita ada di posisi 6. Jadi jauh lah posisi Indonesia dalam produksi kakao dunia,” ujar dia.

Dirinya berharap ada upaya dari pemerintah untuk memajukan kembali sektor kakao di Indonesia, seperti melakukan dengan peremajaan, perluasan lahan, edukasi, serta kesejahteraan petani. (*)

  • Bagikan