Mediatani – Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba menyiasati tingginya harga pakan ikan dengan membuat pakan alternatif berbahan baku sumber daya alam hayati.
Pakan ikan alternatif yang dibuat oleh tim peneliti ini menggunakan bahan baku berupa larva maggot Black Soldier Fly (BSF)
atau biasa disebut lalat hijau. Jenis serangga ini biasa dianggap pengganggu karena hinggap di atas makanan dan menempelkan kuman atau bakteri dari sampah tempatnya berasal.
Meski kerap dianggap mengganggu, larva dari lalat hijau ini ternyata memiliki kandungan yang dapat mencukupi kebutuhan nutrisi ikan budidaya, sehingga dinilai cocok diolah menjadi pakan ikan alternatif.
Tim peneliti yang terdiri dari lima mahasiswa dari Fakultas Biologi UGM ini mengembangkan pakan ikan alternatif berbahan baku sumber daya alam hayati ini untuk membantu pembudidaya ikan menyiasati harga pakan pelet komersil yang terus melonjak selama pandemi ini.
Dilansir dari laman resmi UGM, Kamis (25/11/2021), selain menggunakan larva lalat hijau, mereka juga menambahkan campuran bahan lain berupa tanaman mata ikan (Azolla microphylla) sebagai bahan utama pembuatan pakan ikan alternatif tersebut.
“Kedua bahan tersebut dipilih, karena mudah diperoleh dan harganya yang murah. Selain itu, berpotensi menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi,” ungkap M. Syafiatul Huda, salah satu mahasiswa dari tim peneliti pakan ikan alternatif tersebut.
Huda mengungkapkan terdapat kandungan protein yang cukup tinggi pada larva lalat ijo, yakni mencapai 32,31 persen. Selain bisa digunakan sebagai bahan baku pakan ikan, penggunaan larva lalat jenis ini juga mendukung program pengelolaan limbah organik yang berasal dari sektor pertanian dan limbah rumah tangga.
Sedangkan tanaman mata ikan atau yang biasa juga disebut tanaman mata lele ini digunakan sebagai bahan tambahan karena memiliki siklus hidup yang cepat. Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman ini ternyata mampu menggandakan diri hanya dalam waktu 2 hingga 10 hari.
Selain kemampuan untuk menggandakan diri, tambah Husa, kandungan protein pada tanaman mata ikan ini diketahui berkisar 24-30 persen dari total berat kering dengan asam amino yang lengkap dan serat kasar antara 15-17 persen.
Mahasiswa lain yang juga terlibat dalam pembuatan pakan ini, yakni Maulana Dias Pratama, Alfian Nur Prastyo, Abdul Aziz dan Azima Farida.
Tim mahasiswa ini tidak hanya sekadar mengembangkan ide inovasi, mereka juga memberikan pelatihan kepada masyarakat terkait pembuatan pakan ikan alternatif dengan menggunakan kedua bahan baku tersebut.
Salah satu daerah yang menjadi tempat mereka menggelar pelatihan pembuatan pakan ikan alternatif dari bahan larva lalat hijau dan tanaman mata ikan itu, yakni di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Di Yogyakarta.
Pada pelatihan tersebut, masyarakat juga diperkenalkan dengan praktik budidaya ikan secara langsung. Selain itu, pembudidaya perikanan darat di daerah itu juga dilatih membudidayakan lalat margot atau lalat hijau san tanaman mata ikan.
Pelatihan budidaya ini dilakukan guna mendukung penyediaan sumber bahan baku atau dapat terus mencukupi kebutuhan bahan utama dalam pembuatan pakan ikan alternatif tersebut.
“Melalui pelatihan ini diharapkan kelompok tani yang berkecimpung di sektor perikanan mampu memproduksi pakan ikan secara mandiri dengan biaya murah tapi tetap memiliki kualitas pakan yang tinggi, sehingga hal tersebut mampu meningkatkan kualitas ekonomi dari masyarakat Desa Hargowilis,” pungkas Huda.