Mediatani – Indonesia yang memiliki beragam suku di masing-masing daerah membuat negara ini juga memiliki banyak kuliner khas. Salah satunya terdapat di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) yang berasal dari Suku Mandar. Kuliner tersebut adalah olahan ikan penja.
Olahan ikan penja ini telah menjadi kuliner yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Suku Mandar. Meski sepintas ikan ini memiliki bentuk yang mirip dengan ikan teri medan, namun di tubuh ikan ini terdapat garis-garis dan panjangnya hanya 1 hingga 2 cm saja.
Ikan penja atau ikan seribu ini biasanya dapat ditemukan di hulu sungai pada waktu-waktu tertentu. Ikan endemik dari kawasan Sulbar ini hidup berkoloni dan bermigrasi dari laut dalam menuju hulu sungai untuk berkembang biak.
Untuk membelinya, ikan penja ini bisa ditemukan di hampir semua pasar yang ada di Majene, Sulbar. Selain di pasar tradisional, ikan ini juga bisa ditemukan di tempat pelelangan ikan.
Namun karena penja ini hanya muncul di musim-musim tertentu, harga jualnya bisa mencapai Rp 35.000 per kilogram jika dicari saat bukan pada musimnya. Sebaliknya, jika musim ikan penja ini tiba, harganya akan menjadi sangat murah.
Bagi masyarakat Suku Mandar yang merantau, membawa atau mengolah ikan penja adalah hal yang penting dilakukan untuk mengobati rasa rindu pada kampung halaman. Terlebih ikan ini dapat bertahan dalam waktu yang lama dan dapat dikirim ke tempat jauh hanya dengan memberikan secukup garam.
Ikan penja ini sebenarnya bisa diolah menjadi berbagai jenis masakan. Namun, ikan ini lebih sering diolah menjadi pepes atau tumisan. Untuk mendapat cita rasa yang tinggi, ikan ini sebaiknya dimasak dengan menggunakan berbagai macam rempah-rempah. Selain itu, jika langsung dimasak dalam keadaan segar, rasa khasnya akan semakin keluar.
Masyarakat yang suka mengolah ikan penja dengan cara ditumis, biasanya akan mencampurnya dengan bawang merah, cabai, tomat, dan sedikit minyak kelapa. Meski menggunakan bumbu yang sederhana, akan tetapi rasa gurih dan ikan yang kenyal membuatnya semakin lezat dimakan dengan nasi.
Untuk membuatnya menjadi pepes juga cukup mudah. Seperti membuat pepes pada umumnya, salah satu bahan yang digunakan adalah daun pisang untuk membungkus ikan penja yang telah dibumbui. Setelah terbungkus dengan rapi, selanjutnya dipanggang di atas api. Cara ini memang cukup berbeda karena pepes biasanya dikukus.
Ikan ini berbeda dengan ikan lainnya yang dapat dikembangbiakan atau dipelihara, sampai saat ini belum ada yang berhasil membudidayakan ikan yang satu ini.
Selain itu, belum ada penelitian yang mendalam mengenai ikan ini, bahkan belum diketahui apa nama ilmiah maupun nama Indonesia yang tetap untuk ikan ini. Maka dari itu, diharapkan adanya penelitian mendalam tentang ikan ini, terlebih di Sulawesi Barat sudah ada banyak sarjana ahli biologi, perikanan, maupun ahli yang mampu membahas masalah hewan.
Dikutip dari Koreksi.id, sebagian masyarakat Sulbar meyakini bahwa ikan penja ini jatuh dari langit. Dalam bahasa Mandar, jatuh disebut (ra’da/bemme) dan selanjutnya dikatakan ra’da boi Penja.
Di sisi lain, masyarakat di Sulbar mempercayai bahwa ikan penja ini hanya jatuh pada wilayah-wilayah yang memiliki muara sungai yang besar dan kehadirannya bersifat musiman atau hanya muncul disaat bulan gelap atau akhir bulan dan itu pun tidak menentu setiap bulannya.
Kehadiran dan kepergian ikan Penja juga diyakini berhubungan dengan perilaku melanggar adat, ataupun melanggar hukum agama yang terjadi di sekitar pantai.