Peran Perempuan dalam Aktivisme Lingkungan

  • Bagikan
ilustrasi perempuan aktivis lingkungan
ilustrasi: perempuan aktivis lingkungan melakukan aksi teatrikal memakan plastik (Foto: JPNN)

Mediatani – Aksi kritik terhadap definisi perempuan dalam KBBI menjadi salah satu aksi cemerlang yang dilakukan oleh perempuan di tahun 2021, dengan tagline Ganti Penjelasan Perempuan dalam KBBI. Perempuan didefinisikan dengan frasa negatif begitu juga contoh kalimat yang menyertainya. Tapi apakah benar memaknai perempuan hanya sebatas mengikuti kelanggengan stereotip masyarakat saja?

Dalam sektor pertanian, perempuan mengemban peranan yang penting dilihat dari sisi gerakan perlawanan dan aktivisme. Banyak dari aksi kritik dan perlawanan yang terjadi di berbagai daerah ini banyak dipimpin oleh sosok perempuan.

Patmi di Kendeng

Simbolis Nisan Bu Patmi
Secara simbolik Nisan Bu Patmi disertakan dalam aksi cor kaki di depan Istana Negara di Jakarta (foto: Tempo)

Kita bisa melihatnya pada aksi cor kaki petani kendeng untuk menolak pembangunan pabrik Semen di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah.

Alasan utama penolakan pabrik semen adalah terkait isu kerusakan lingkungan dampak dari pembangunan pabrik semen. Bertani menjadi mata pencaharian utama warga Pegunungan Kendeng. Mereka meyakini bahwa mempertahankan tanah dan sumber daya lainnya adalah investasi utama untuk keberlangsungan hidup mereka, lingkungan dan anak cucu pada masa yang akan datang.

Bu Patmi adalah salah satu petani perempuan yang ikut serta dalam aksi tersebut, dalam perjuangannya menolak beroperasinya pabrik semen beliau tutup usia di tengah aksi heroiknya di depan istana negara, Jakarta. Perjuangan Bu Patmi pada akhirnya akan menjadi saksi sejarah pergerakan petani perempuan dan bukti bahwa perempuan bisa berdaya dan melakukan perubahan untuk kepentingan umum.

Di beberapa pelosok negeri, para petani pada akhirnya memutuskan untuk berserikat melawan agenda-agenda perusahaan dan negara yang dinilai tidak mempertimbangkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan merusak hutan.

Lodia Oematan di Mollo

Lodia Oematan
Lodia Oematan, Aktifis Perempuan asal Mollo (Foto: tangkapan layar film Tanah Ibu Kami)

Beranjak ke Nusa Tenggara Timur, di tahun 2006 terjadi aksi ratusan perempuan menduduki kawasan pegunungan Mollo untuk melindungi wilayah adat mereka dalam melawan perusahaan tambang. Bagi masyarakat Mollo, gunung batu adalah tempat yang sakral.

Saat itu, ibu rumah tangga dan petani perempuan meninggalkan rumah dan kebun mereka untuk membawa perkakas tenun mereka dan menenun selama berminggu-minggu sebagai upaya penolakan dibukanya tambang.

Lodia Oematan adalah salah satu di antara nama-nama yang ikut berunjuk rasa. Dalam film dokumenter yang diproduksi oleh The Gecko Project berjudul Tanah Ibu Kami, Mama Lodia menceritakan bagaimana ia mengabaikan rumah, pertanian kol, buncis dan wortelnya dan memilih mempertaruhkan nyawanya, mengalami tekanan fisik dan psikologis dari aparat dan preman demi menjaga penggunungan Mollo dari kerusakan. Lagi-lagi baginya merawat alam untuk anak cucu dimasa depan adalah yang terpenting.

Eva Bande di Luwuk

Eva Bande
Eva Bande salah satu aktivis agraria asal Luwuk, Sulawesi tengah, yang pernah meraih peraih penghargaan Yap Thiam Hien Award (YTHA) tahun 2018 (ANTARA/HO-Linton)

Dari Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah, ada Eva Bande yang dipenjara setelah memperjuangkan hak atas tanah petani Toili akibat konflik agraria dengan perusahaan perkebunan sawit. Ia didakwa atas penghasutan. Eva dan para petani melakukan aksi protes menuntut penyabetan luas lahan pertanian yang dimiliki petani berkurang setiap tahunnya.

Aksinya ini menarik perhatian publik dan mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien di tahun 2018 bersama dengan Kelompok Sedulur Sikep Kendeng atas kontribusinya dalam memperjuangkan hak asasi manusia di Indonesia.

***

Tiga sosok diatas adalah sedikit dari sekian banyak peran aktivisme lingkungan yang dipimpin oleh perempuan. Semua perjuangan ini berawal dari keinginan sederhana untuk memperjuangkan keluarga dengan mempertahankan mata pencaharian dan tanah yang menjadi modal produksi mereka, kemudian hal tersebut menjadi pergerakan kolektif untuk kepentingan umum.

Poin penting yang bisa kita ambil dari peran aktif perempuan dalam aktivisme lingkungan ini adalah suatu gerakan dengan mengusung nila-nilai yang baik tidak hanya terbatas dalam gelar akademis, status pekerjaan atau anggota Lembaga Swadaya Masyarakat saja, namun lebih kepada langkah kecil yang bisa kita perbuat untuk tujuan yang lebih besar.

  • Bagikan