Mediatani – Klaster tambak udang yang menjadi percontohan di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat telah berhasil membuahkan hasil maksimal.
Tambak yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terdebut telah dipanen perdana dengan hasil yang mencapai 30 ton. Selain itu, udang yang dihasilkan juga memenuhi kualitas ekspor.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto mengungkapkan bahwa udang vaname yang diproduksi di percontohan tambak klaster di Cianjur selama ini menerapkan prinsip cara berbudidaya yang baik (CBIB). Hal tersebut membuat udang yang dihasilkan memiliki kualitas dan traceability yang terjamin.
Menurutnya, udang tersebut berkualitas ekspor, karena sudah memenuhi berbagai persyaratan dari sistem cara budidaya ikan yang baik. Dimana biosecurity, traceability, dan juga benihnya telah ditelusuri dari mana, kepemilikan sertifikat, hingga terkait bebas penyakit atau tidak.
“Demikian juga pakannya sudah terdaftar. Ini semua sudah memenuhi persyaratan food safety, food security,” ujar Dirjen Slamet dilansir dari laman resmi KKP, Kamis (15/4/2021).
Percontohan tambak klaster di Kecamatan Kertajadi ini memiliki luas sekitar 4 hektare yang jumlah kolam sebanyak 15 buah. Tambak tersebut menghasilkan panen sebanyak 30 ton dengan nilai sekitar Rp2,1 miliar.
Tambak udang ini dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mandiri dan mendapat pengawalan teknologi dari Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
Slamet berharap keberhasilan yang dicapai dari percontohan tambak klaster ini dapat membuat masyarakat Cianjur khususnya yang ada di pesisir selatan, dapat termotivasi untuk menekuni budidaya udang.
Sebab, selain memiliki potensi pasar yang besar, proses produksinya juga lebih mudah dilakukan karena mendapat teknologi pendukung. Ia memastikan, KKP siap untuk memberikan bantuan pendampingan teknis kepada masyarakat yang ingin menekuni bidang ini.
Selain itu, masyarakat juga bisa mendapatkan pinjaman modal dengan bunga yang ringan dari program yang dicanangkan pihaknya yang bekerja sama dengan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP).
“Kita punya misi bahwa tambak udang yang kita buat ini dicontoh masyarakat hingga berkembang secara berkelanjutan baik dari sisi ekosistem, lingkungan maupun berkelanjutan secara sosial ekonomi,” ungkap Slamet.
Upaya ini juga sesuai dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang meminta jajarannya untuk menggenjot produktivitas udang nasional.
Peningkatan produksi merupakan salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Namun, produktivitas ini harus tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Selain di Cianjur, sepanjang tahun 2020, KKP juga telah membangun empat percontohan klaster tambak udang vaname yang tersebar di beberapa daerah seperti di Buol (Sulawesi Tengah), Sukamara (Kalimantan Tengah), Lampung Selatan (Lampung) dan di Aceh Timur (Aceh).
Sementara untuk tahun 2021 ini, KKP membangun di lima daerah lagi, yakni di Pemalang (Jawa Tengah), Kutai Kartanegara (Kaltim), Aceh Tamiang (Aceh), Takalar (Sulsel) dan Sumbawa (NTB).
“Sejak awal kita membuat konstruksi (tambak) melibatkan masyarakat. Dengan peningkatan kapasitas SDM masyarakat dari BLUPPB Karawang. Nanti pun tetap kita bina, jangan sampai mereka kendor tidak disiplin. Ini baru satu siklus, masih panjang perjalanan ini,” imbau Slamet.
Di tahun 2020, nilai ekspor udang kembali menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hingga November 2020 lalu, nilai eskpor udang yang dicatat Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mencapai US$ 1,86 miliar.
Dengan nilai tersebut, target pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor udang sebesar 250% pada 2024 bisa saja tercapai jika volume produksi terus ditingkatkan.
Untuk itu, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono juga telah menyusun rencana bersama pemerintah daerah untuk membangun shrimp estate atau kawasan pangan udang di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Rencananya, lahan yang dibangun untuk shrimp estate di Aceh itu seluas 5.000 hingga 10.000 haktare. Agar hasil panennya maksimal, diterapkan teknologi berupa tambak intensif maupun super-intensif dengan hasil yang bisa mencapai lebih dari 40 ton per haktare per siklus.