Peternak Badak Terbesar di Afrika Selatan Minta Perdagangan Cula Dilegalkan

  • Bagikan
Memotong Cula Badak Untuk Mencegah Perburuan di Afrika Selatan, Foto: REUTERS/Siphiwe Sibeko
Memotong Cula Badak Untuk Mencegah Perburuan di Afrika Selatan, Foto: REUTERS/Siphiwe Sibeko

Mediatani – Peternak badak di Afrika merasa sudah cukup melestarikan badak dan berniat menjual cula dengan cara legal karena kehabisan dana. Hal ini dialami oleh John Hume pemilik “Platinum Rhino Conservation Enterprise” yakni peternakan badak swasta terbesar di Afrika Selatan.

Saat ini ia sangat sulit melanjutkan usahanya “menjaga” badak dari pemburu liar yang telah dilakukan selama empat setengah tahun. Dengan masalah yang dihadapinya, dia mengusulkan untuk melakukan perdagangan cula badak secara legal.

Perdagangan internasional cula badak ini dilakukan, sebab cula badak berguna untuk pengobatan tradisional Tiongkok dan dihargai sebagai simbol status di bagian lain Asia.

Tanduk ini dianggap kaya keratin yang berperan menjaga rambut agar tetap sehat dan berkilau. Inilah yang membuat harganya mahal dan begitu diburu.

Perburuan mengakibatkan pembunuhan spesies yang dilindungi, menjadi masalah yang meluas. Seperti diketahui, badak Afrika terancam punah akibat perburuan illegal. Seperti beberapa tahun lalu, kurang lebih 200 badak dibunuh oleh pemburu badak di Afrika Selatan.

Para konservasionis pun khawatir bahwa jumlah itu akan meningkat. Pemburu badak ilegal membunuh binatang ini untuk mendapatkan tanduk.

Untuk mencegah pembantaian, pengelola satwa liar mengamankan beberapa badak di tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan.

Di perusahaan badak platinum milik John Hume yang letaknya di Provinsi North West ini terdapat 1.985 badak putih selatan. Selama kurang lebih 54 bulan tidak pernah mengalami insiden perburuan tetapi belum ada investor yang bergabung karena ketidakpastian atas izin penjualan cula badak. .

John Hume telah menekan pemerintah untuk mengizinkan penjualan cula badak yang dia panen secara legal. Kamera dan radar telah membantu menjauhkannya dari pemburu dari peternakan badaknya, dimana setiap tahunnya terdapat kelahiran 200 anak badak sejak 2019.

John Hume mengatakan dalam mengelola peternakan tersebut membutuhkan biaya sekitar 5 juta ZAR atau sekitar Rp 4.5 miliar per bulan. Setengahnya digunakan untuk keamanan dan tambahan makanan serta gaji stafnya.

Dorongannya untuk perdagangan legal badak dan cula demi mengumpulkan uang untuk konservasi itu tidak berhasil.

“Jika pemerintah membantu saya, proyek ini akan bekembang dan menjadi lebih baik dan lebih banyak badak. Saya takut jika saya bisa terus melakukan apa yang saya lakukan selamanya,” kata hume dikutip dari laman cnnindonesia.com, Sabtu 18 September 2021.

Menanggapi hal tersebut, kementerian lingkungan tetap melarang perdagangan komersial internasional cula badak di bawah Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Pynah (CITE).

Namun,  tahun 2021 ini perburuan badak di negara itu naik 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya ketika perburuan menurun drastis karena pembatasan COVID-19. Sebagian besar perburuan badak terjadi di taman nasional milik negara Afrika Selatan.

Beberapa staf taman nasional sengaja memotong cula beberapa badak untuk mencegah perburuan liar, tetapi hal itu tidak selalu menghentikan praktik tersebut karena bagian dari cula tetap ada dan tumbuh kembali.

  • Bagikan