Polisi di Bondowoso Sukses Beternak Domba di Lereng Argopuro

  • Bagikan
Bripka Hefry Andriansyah tampak memberikan makan kepada ternak domba peliharaannya
Bripka Hefry Andriansyah tampak memberikan makan kepada ternak domba peliharaannya

Mediatani – Bripka Hefry Andriansyah bersama sejumlah warga di kampungnya membangun kelompok usaha peternakan domba.

Tanpa melalaikan kewajiban profesinya sebagai polisi, Bripka Hefry bersama puluhan warga Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso merajut asa di lereng Argopuro. Berawal dari niat untuk membantu warga tempat dia tinggal, kini ia berhasil menyulap lahan hutan di lereng Argopuro menjadi lebih produktif.

Usaha ternak yang dibangun Anggota Polsek Taman Krocok, Polres Bondowoso ini memanfaatkan lahan hutan seluas 6 hektare dan pekarangan milik masyarakat seluas 2,5 hektare.

Lahan hutan di lereng Argopuro tersebut dijadikan kandang umbaran untuk 400 ekor domba dan 30 ekor sapi dengan modal pribadi Hefry dan dari para anggota kelompok.

“Tahun 2013 saya beternak belasan domba, kemudian 2019 saya mengajak warga lain untuk mendirikan kelompok yang diberi nama Kelompok Tani Madani,” ungkap anggota Polsek Taman Krocok, Polres Bondowoso yang dilansir dilaman FaktualNews, Senin (30/8/2021).

Semula, pria kelahiran Malang 1985 ini memanfaatkan lahan sewa dan lahan milik warga yang luasnya mencapai 2,5 hektare. Hingga akhirnya usaha peternakan yang dirintis bersama warga setempat itu pun disambut baik oleh Perum Perhutani KPH Bondowoso.

Pada 19 Juni 2021, kelompok usaha ternaknya itu meneken perjanjian kerja sama dengan Perum Perhutani KPH Bondowoso dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. Mereka mendapatkan kesempatan mengelola hutan sebagai lokasi ternak domba.

Di peternakan tersebut, ia membangun 8 kandang yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Ada kandang karantina yang diperuntukkan untuk domba sakit sekaligus titik transit domba baru, serta kandang untuk domba yang akan dijual.

Selain itu, ada juga kandang kawin yang khusus diisi domba siap kawin, dengan komposisi 1 jantan berbanding 15 betina. Induk domba tersebut mampu melahirkan setiap 5 bulan pascakawin. Setelah melahirkan, anak domba yang berusia 1 jam beserta induknya dipindah ke kandang laktasi atau tempat induk menyusui anak-anaknya.

Untuk program breeding atau pengembangbiakan, anak domba yang bisa dipanen dan dijual adalah yang telah berusia 2,5 bulan. Sedangkan pada program fattening atau penggemukan, domba usia 4-7 bulan dirawat dan dijual saat usia 6-9 bulan untuk diambil dagingnya.

Ia juga menjalankan program usaha trading, yaitu proses jual beli domba khusus untuk keperluan akikah, kurban, dan lainnya. Lalu yang terakhir adalah milking, program usaha penjualan susu kambing peranakan etawa dan sanen asal Australia yang disebut kambing Safera.

Hasil kerjasama dengan Perum Perhutani KPH Bondowoso yang memanfaatkan hutan 6 hektare ini telah memiliki  400 domba. Namun, hanya sebanyak 300 ekor domba itu merupakan hasil kerjasama dengan Perhutani untuk program breeding.

Manajemen Usaha

Dalam usaha ternak ini, sebanyak 21 orang di kelompok tani saling bahu membahu dalam mengelola agar sistem kerja lebih sistematis. Di kelompok tersebut terdapat 3 divisi kerja yaitu divisi pakan, perawatan dan keamanan.

“Setiap hari ada 6 orang yang bekerja sesuai divisi masing-masing dengan jadwal kerja teratur. Jadi ada yang bagian mengarit (merumput), merawat, dan jaga kandang malam harinya (waker atau Wachter),” ujar Hefry.

Dari usaha ternak tersebut, para anggota kelompok setiap bulan mendapatkan gaji, dengan rincian untuk pekerja junior bagian mengarit diupah Rp 600 ribu per bulan dan lainnya diupah Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta per bulan. Selain gaji bulanan, masing-masing anggota juga diberikan 1 motor untuk operasional.

Hefry juga menerangkan sistem bagi hasil peternakan breeding yang dikerjasama. Untuk penjualan satu anakan domba, dibanderol dengan kisaran harga Rp 750 ribu – Rp 1 juta per ekor. Setiap bulannya, usaha ternak ini menghasilkan puluhan anakan domba.

“Misal harga jual domba per ekor Rp 1 juta, kami bayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp 100 ribu per ekor. Jadi Rp 900 ribu itu yang sharing hasil. Perhutani dapat 10 persen, LMDH dapat 10 persen dan kelompok dapat 80 persen,” beber Bripka Hefry.

Dalam setahun, usaha ini bisa menghasilkan omzet penjualan Rp 400 juta dengan keuntungan bersih Rp 200 juta, serta tiap semester atau per panen meraup untung bersih Rp 100 juta.

Menurutnya, perputaran uang yang sudah digelontorkan seluruh anggota sudah mencapai Rp 1,2 miliar, tanpa sentuhan bantuan modal dari pihak luar. Ia berharap program Silvopastura (kombinasi pengelolaan hutan dan peternakan) ini langgeng dan memberi solusi terutama di tengah masa sulit Pandemi Covid-19.

Masyarakat sekitar pun dalam hal ini anggota Kelompok Tani Madani bersyukur dengan program usaha peternakan yang dirintis bersama itu. Perhutani juga selaku pengelola kawasan hutan juga berpartisipasi mendorong peningkatan ekonomi masyarakat desa dan hutan di daerah tersebut.

  • Bagikan